Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Dihantui Resesi, Normalkan Pandemi!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 24-06-2020
Dihantui Resesi, Normalkan Pandemi!
H. Bambang Eka Wijaya

PREDIKSI Dana Moneter Internasional (IMF) akan terjadi resesi global terburuk, lebih buruk dari Depresi 1930-an, rupanya menghantui penguasa negeri. PSBB di-new normalkan saat pandemi Covid-19 memuncak, angka positif baru per hari di atas 1.000.
Pada Sabtu (20/6/2020) misalnya, kasus baru positif Covid-19 bertambah 1.226, dari total Indonesia hari itu 45.029 kasus. Dua hari sebelumnya, kasus baru mencapai 1.331.
Alasan angka penambahan kasus baru yang besar itu sebagai hasil tes yang semakin masif, sekitar 20 ribu orang setiap hari, bisa dipahami. Artinya, dengan setiap hari terjaring sekitar 5% kasus baru pada rapid tes, potensi OTG dalam masyarakat tercermin besar.
Namun itu menunjukkan langkah masuk ke new normal, melonggarkan aturan PSBB, mengesankan pilihan penguasa yang lebih mengkhawatirkan krisis ekonomi ketimbang pandemi.
Patokan WHO new normal boleh dimasuki jika kurva pandemi sudah mendatar, kurang diperhatikan. Seperti daerah Surabaya Raya, meski kasus barunya terus memuncaki level nasional, PSBB-nya malah tak diperpanjang.
"Concern" penguasa terkesan lebih ke krisis ekonomi, terlihat sejak awal. Ujuk-ujuk stimulus pariwisata diluncurkan, subsidi tiket pesawat dalam dan luar negeri. Padahal tabu Covid-19 mobilitas penduduk.
Kekhawatiran penguasa lebih berat ke krisis sosial-ekonomi tampak dari alokasi anggaran.
Menurut Sri Mulyani (Antara, 3/6/2020) untuk bidang kesehatan dianggarkan sebesar Rp87,55 triliun termasuk belanja penanganan Covid-19, tenaga medis, santunan kematian, bantuan iuran untuk jaminan kesehatan nasional, pembiayaan gugus tugas, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan.
Kedua Rp203,9 triliun untuk perlindungan sosial, program PKH, kartu sembako, bansos non-Jabodetabek, Kartu Prakerja, diskon listrik diperpanjang menjadi 6 bulan, logistik untuk sembako serta BLT dan Dana Desa.
Ketiga, Rp123,46 triliun dukungan untuk UMKM, kredit modal kerja di bawah Rp10 miliar, untuk subsidi bunga, penempatan dana, dan restrukturisasi modal kerja.
Keempat Rp121,61 triliun untuk insentif dunia usaha agar mampu bertahan dengan relaksasi perpajakan dan stimulus lainnya.
Kelima Rp44,57 triliun untuk pembiayaan  korporasi padat karya termasuk untuk BUMN.
Keenam Rp97,11 triliun dukungan untuk sektoral maupun kemeterian/lembaga serta pemerintah daerah.
Dari alokasi anggaran tampak resesi ekonomi lebih menghantui penguasa ketimbang pandemi yang realitas krisisnya justru lebih nyata memuncak. ***


0 komentar: