Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Hukum Mengawal Kewarasan Bangsa!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Sabtu 20-06-2020
Hukum Mengawal Kewarasan Bangsa!
H. Bambang Eka Wijaya

KENAPA orang dipenjara? Untuk disiksa? Bukan. Tapi untuk re-edukasi, meluruskan moralitas dan akal sehatnya agar bisa kembali hidup dalam masyarakat orang waras dengan tidak lagi suka merugikan atau menyakiti orang lain.
Itu karena salah satu fungsi hukum adalah mengawal dan memelihara kewarasan masyarakat bangsa. Orang waras hidup dalam kaidah dan norma moral masyarakat yang teraktualisasi dalam logika akal sehat publik, menjaga dirinya dari pikiran dan perbuatan yang bisa merugikan atau menyakiti orang lain.
Standar kewarasan itu yang telah terganggu atau kurang beres pada para kriminalis, koruptor, penipu, pencuri, begal, pembunuh, penganiaya dan lainnya. Mereka kesampingkan kaidah dan norma moral masyarakat untuk mencapai tujuannya dengan merugikan dan menyakiti orang lain. Hukum hadir mengontrol dan menindak setiap pelaku yang melanggar standar kewarasan itu.
Dengan standar kewarasan berupa kaidah dan norma moral masyarakat yang teraktualisasi dalam logika akal sehat publik sebagai sandaran penegakan hukum, bila dalam proses penegakan hukum ada yang kurang beres, rasa keadilan masyarakat terganggu dan merebak menjadi keresahan publik. Sebab, logika akal sehat publik itu menjadi indikator yang amat peka bagi nurani keadilan publik.
Nurani keadilan publik inilah yang dihayati dan ditegakkan dengan idealisme tokoh-tokoh panutan di bidang hukum: dari Hoegeng di kepolisian, Baharuddin Lopa di kejaksaan, Bismar Siregar di kehakiman, dan Adnan Buyung Nasution di advokat. Dengan tegaknya nurani keadilan publik, kewarasan masyarakat bangsa semakin baik.
Dengan nurani keadilan publik sebagai patokan karakter para panutan dalam penegakan hukum, tak aneh bila pilihan sang panutan menjadi kontroversial dari segi ketentuan Undang-Undang. Sebab, sandaran moral sang panutan adalah nurani keadilan publik yang hidup dalam masyarakat, sedang UU-nya bisa jadi jauh dari nurani publik. Contohnya, UU warisan penjajah yang masih berlaku sampai saat ini, atau kalaupun UU baru otientasinya buksn nurani publik masa kini, tapi lebih mengabdi pada oligarki, seperti UU Minerba.
Penekanan kewarasan sebagai ekspresi nurani keadilan publik penting, karena dalam gejala mafia peradilan yang belum teratasi tuntas, ada kecenderungan untuk memutarbalikkan logika akal sehat publik sebagai justifikasi dalam jual-beli pasal.. Ini berbahaya bagi masa depan keadilan karena diseret ke pengaruh setan hedon yang tak jelas juntrungnya. ***









1 komentar:

22 Juni 2020 pukul 12.30 Yaudah mengatakan...


ada 9 permainan poker menarik di AJOQQ :D
ayo segera bergabung dan dapatkan bonusnya :D
WA : +855969190856