Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kedaulatan Berads di Tangan Rakyat!

Artikel Halaman 8, Lampung Post Selasa 15-12-2020
Kedaulatan Berada di Tangan Rakyat!
H. Bambang Eka Wijaya

PERTIMBANGAN UU 15 tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 12 tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan adalah:
"bahwa pembangunan hukum nasional yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan harus benar-benar mencerminkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945."
Demikian bunyi Latar Belakang perubahan UU 12 tahun 2011 menjadi UU 15 tahun 2019, intinya untuk menegaskan kedaulatan negara masih berada di tangan rakyat. Artinya jelas, rakyat tidak pernah menyerahkan kedaulatan negara dari tangannya baik saat memilih anggota DPR maupun saat memilih presiden.
Pilihan rakyat itu untuk mewakili dirinya menyelenggarakan pemerintahan negara baik dari segi legislatif maupun eksekutif. Jadi posisi anggota DPR dan presiden sebagai wakil dari rakyat untuk menjalankan pemerintahan itu, tak bedanya dengan seorang wakil direktur menjalankan tugas direktur yang mendelegadikan kekuasaannya. Kekuasaan asalinya tetap pada direktur, sehingga ketika wakil direktur ingin membuat keputusan penting, ia tetap harus menanya atau konsultasi kepada direktur yang dia wakilkan.
Demikian pula wakil rakyat, legislatif maupun eksekutif, harus menanya dan konsultasi kepada rakyat yang dia wakilkan jika ada hal penting. Demikian proporsi kedudukan wakil rakyat terhadap sang pemegang kedaulatan negara, bukan sebaliknya rakyat diperlakukan sebagai bawahan nan inferior.
Itulah maksud yang eksplisit, gamblang, tegas dan jelas dari penegasan latar belakang perubahan UU 12 tahun 2011 menjadi UU 15 tahun 2019. Dalam pembentukan Peraturan Pedundang-Undangan DPR dan pemerintah wajib konfirmasi atau konsultasi dengan rakyat, agar kendali pemerintahan negara senantiasa tetap berada di tangan pemegang kedaulatan negara: rakyat!
Dengan demikian, adanya klaim DPR dan Pemerintah bahwa fraksi-fraksi di DPR saat membahas RUU merupakan wujud dari seluruh rakyat, layak diduga sebagai "abuse of power" karena pada dasarnya rakyat tak pernah menyerahkan kedaulatan kepada DPR dan pemerintah. "Abuse of power" itu menjadi perspektif publik dalam survei Transparency Internatinal (TI) 2020, korupsi di Indonesia divonis paling buruk di Asia, aktor utamanya anggota DPR.
Perspektif publik telah terbentuk, hasil survei sudah dipublikasi global, DPR dan pemerintah dapat stigma korupsi di Indonesia terburuk di Asia. ***


1 komentar:

15 Desember 2020 pukul 07.00 Unknown mengatakan...

Sangat setuju, mmng demikian seharusnya dan sesuai dgn cita2 founding fathers ketika menegakkan NKRI! 👍