Artikel Halaman 8, Lampung Post Rabu 16-12-2020
Menyetop Eskalasi Hasutan Revolusi!
H. Bambang Eka Wijaya
POLISI menangkap dan menahan HRS guna menghentikan laju eskalasi pengahasutan terhadap massa untuk menggalang sebuah revolusi yang dicemaskan penguasa berupa kegaduhan berona kekerasan. Maka itu, Pasal 160 KUHP tentang penghasutan diterapkan.
Latar belakang sesungguhnya, panguasa shock melihat sambutan massa yang luar biasa saat kepulangan HRS. Mulai dari bandara, ke Petamburan, hingga Mega Mendung, Bogor.
Sekadar besarnya jumlah massa saja bukan masalah benar. Tetapi, rangkaian pidato di awal kedatangan HRS itu yang mengobarkan semangat untuk revolusi, cenderung mendiskreditkan pemerintah bersama TNI dan Polri, bisa dianyam penguasa menjadi sebuah dakwaan sebagai penghasutan melakukan kekerasan.
Pasal 160 KUHP yang diterapkan polisi sebagai dasar untuk menahan HRS bunyinya sebagai berikut:
"Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang'undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda Rp4.500."
Dengan ancaman hukuman enam tahun pada pasal tersebut, tersangka bisa ditahan. Di bawah kondisi penahanan ini, dengan sendirinya HRS terhenti (setidaknya untuk sementara) dari kegiatan penghasutan yang eskalasinya dicemaskan penguasa bisa menggalang sebuah revolusi berupa kegaduhan berona kekerasan.
Namun apakah langkah polisi menahan HRS itu bisa dilanjutkan ke masa penuntutan dan vonis menghukum penjara HRS, tergantung proses berikutnya. Karena kemungkinan HRS divonis bebas juga tidak tertutup.
Masalahnya, rumusan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP itu sendiri telah diubah oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan Nomor 7/PUU-VII/2009, dari delik formil menjadi delik materil. Artinya, pelaku penghasutan baru bisa dipidana bila akibat dari hasutannya itu telah timbul atau terjadi seperti kerusuhan atau perbuatan anarki lainnya.
Jadi, pasal itu baru berlaku bagi HRS kalau timbul kekerasan atau anarki yang dilakukan massa pendukung HRS. Ujian nyata sekarang pada emosi massa HRS. Kalau tidak terkendali, HRS yang harus menanggung akibatnya.
Bagi polisi sebagai pengayom masyarakat tentu berharap massa HRS selalu terkendali. Karena tujuan menangkap dan menahan HRS adalah menghentikan eskalasi gerakan massa yang terhasut melakukan revolusi. Tujuan itu, untuk sementara, telah tercapai. ***
0 komentar:
Posting Komentar