Artikel Halaman 8, Lampung Post Senin 28-12-2020
Tahun Baru, Dekati Harapan Rakyat! (1)
H. Bambang Eka Wijaya
CATATAN Akhir Tahun ini buat elite bangsa, di pusat, provinsi, kabupaten-kota. Mengingatkan, kondisi bangsa hari ini amat jauh dari harapan rakyat.
Ekonomi di bawah tekanan resesi, kesehatan dalam cengkeraman pandemi, pendidikan kocar-kacir belajar mengajarnya, korupsi terburuk di Asia -- dana bansos bencana nonalam dikorupsi kementerian, juga suap merambah ekspor benur lobster.
Lalu, rakyat takut menyatakan pendapat, skor kemerdekaan mengemukakan pendapat hanya 1,7; dari skor 1 terburuk dan 7 terbaik. Program pemerintah dijalankan pakai pendekatan intimidatif dengan sanksi keras, denda hingga hukuman kerja paksa -- bukan pendekatan partisipatif yang sudah melembaga dalam masyarakat sejak jauh hari.
Juga dalam membuat UU, DPR dan pemerintah cenderung menghindari partisipasi publik, kingga tak mencerminkan hasil musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud Pancasila, tapi "Kalau rakyat tidak setuju, silahkan ke MK!"
Sikap penguasa yang seperti itu, jelas sangat jauh dari harapan rakyat.
Akibatnya produk UU-nya juga menyedihkan. Contohnya UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) yang dibahas dan disahkan secara diam-diam di tengah kecamuk pandemi Covid-19 (ditandatangani Presiden 10 Juni 2020). UU ini lebih mengutamakan kepentingan para juragan tambang, mengesampingkan kepentingan rakyat maupun kelestarian alam.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor batubara sepanjang 2019 sebanyak 374,94 juta ton. (Kontan.co.id, 22/12/2020)
Artinya, kekayaan alam batubara kita dikeruk dan diekspor sebanyak 1 juta ton lebih setiap hari. Itu di luar untuk PLTU domestik.
Volume pengerukan kekayaan alam batubara ini tergolong sangat besar. Namun ironisnya, untuk jaring pengaman sosial buat warga miskin mulai dari PKH sampai aneka bansos dan BPJS Kesehatan, pemerintah harus menggali hutang baik dari luar negeri maupun dari obligasi Surat Utang Negara (SUN). Terkesan, amanat konstitusi agar kekayaan alam digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tidak dilaksanakan.
Pasalnya, karena berdasar PP 81/2019 royalti batubara yang relatif tinggal keruk pakai ekskavator itu ditetapkan hanya 2% sampai 7% dari harga per ton.
Padahal untuk minyak bumi yang lebih repot eksplorasi, pengeboran sampai liftingnya, ditetapkan 57% untuk negara dan 43% untuk kontraktor. (Permen ESDM 08/2017)
Tampak, batubara hanya untuk foya-foya para juragan tambang, ketimbang urgensinya bagi kemakmuran rakyat. ***
0 komentar:
Posting Komentar