Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Dicari, Pemimpin Merakyat Berkeadilan!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Rabu 24-03-2021
Dicari, Pemimpin Merakyat Berkeadilan!
H. Bambang Eka Wijaya

BERKEADILAN itu watak, bisa bawaan lahir atau dibentuk lewat proses pendidikan. Tapi tak bisa dadakan seperti main drama, karena bisa tanpa sadar keluar aslinya: mau benar dan menang sendiri saja, sewenang-wenang.
Untuk melihat watak berkeadilan seseorang, bisa dibantu lewat psikotes seperti lazim dilakukan terhadap setiap calon pemimpin. Tapi pengujian utama track record-nya. Jika dari masa lampaunya kurang memadai, lebih baik jangan berspekulasi.
Watak berkeadilan dituntut yang berakar pada rasa adil masyarakat. Lalu diformulasikan dengan sistem, baik keadilan formal (due process of law, hukum perundang-undangan yang ada), maupun keadilan substantif (sosial, ekonomi, politik).
Rasa adil masyarakat dijadikan standar nilai bagi tindakan seorang pemimpin, sekaligus pedoman bagi pembuatan kebijakan maupun pengambilan keputusan. Jadi bukan berdasar selera atau kehendak penguasa semata.
Untuk mengetahui rasa adil masyarakat atas sesuatu masalah atau kebijakan, selain melalui komunikasi yang intens dengan berbagai pihak dalam masyarakat, di era modern ini juga dilakukan melalui survei. Kebijakan yang memenuhi rasa adil masyarakat akan lebih diterima dan efektif, ketimbang yang hanya berdasar selera penguasa dan dipaksakan.
Jadi, seorang pemimpin yang berkeadilan memang harus benar-benar partisipatif. Dan sangat berhati-hati pada setiap langkahnya, sehingga tidak sesukanya, apalagj hanya demi keuntungan kelompok berkuasa.
Dengam rasa adil masyarakat sebagai standar penilaiannya, pemimpin tidak akan membuat tindakan yang hanya menguntungkan atau melindungi para penjilatnya. Sedangkan para pengeritiknya dibantai tanpa ampun.
Rasa adil masyarakat sebagai standar nilai keadilan itu, berlaku untuk menilai hukum, undang-undang, peraturan bahkan hal-hal yang telah berjalan di pemerintahan. Kalau ada peraturan atau ketentuan yang tidak memenuhi rasa adil masyarakat, harus direvisi. Tidak boleh dibiarkan laten menjadi sumber ketidakadilan. Ada pengalaman, hukum atau undang-undang justru dijadikan alat menindas rakyat!
Akhirnya, pemipimpin berkeadilan berkembang menjadi sistem sosial yang hidup. Bukan lagi sekadar sosok seseorang pemimpin, tapi melembaga sebagai suatu sistem peradaban.
Jika suatu priode pemimpin bisa mewujudkan itu, hal itu akan menjadi tradisi kepemimpinan nasional yang berkelanjutan. Para pemimpin masa depan akan memformat dirinya sesuai dengan standar tradisi pemimpin merakyat berkeadilan. ***




0 komentar: