Artikel Halaman 12, Lampung Post Jumat 26-03-2021
Vaksinasi Picu Naik Harga Komoditas!
H. Bambang Eka Wijaya
VAKSINASI global serentak mulai awal Januari 2021, mendorong optimisme bahwa roda-roda mesin pabrik segera berputar kembali, memicu naik harga komoditas utama kita: batubara 28,24%, dan CPO 39,59% (yoy).
Dengan kenaikan harga komoditas itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat akumulatif surplus ekspor-impor RI Januari-Februari 2021 sebesar 3,96 miliar dolar AS; dari total nilai ekspor dua bulan itu 30,56 miliar dolar AS.
Bahkan menurut Ari Kuncoro (Kompas, 23/3), efek berantai harga komoditas dengan surplus perdagangan tersebut mendorong modal asing bersih masuk sebesar 8,5 miliar dolar AS, hingga neraca pembayaran RI menjadi sehat.
Namun tetap perlu diwaspadai, prospek pemulihan ekonomi AS akibat stimulus fiskal yang membuka peluang bagi portofolio global, berpotensi meningkatkan arus modal keluar.
Optimisme dengan vaksinasi pandemi Covid-19 segera berakhir, mendongkrak harga batubara sebegai penggerak roda mesin pabrik mencapai tertinggi sejak November 2018, yakni 93,80 dolar AS per ton pada Jumat (19/3/2021). Itu untuk kontrak pengiriman April mendatang.
Menurut Kompas.com (22/3/2021), harga batubara selama ini berada di kisaran 65 dolar AS per ton. Lonjakan harga batubara ini juga dipicu oleh kenaikan harga batubara domestik di Tiongkok, yang telah mencapai harga "premium".
Nilai ekspor terpenting Januari-Februari 2021 itu didapat dari produk minyak sawit. Pada Januari lalu, Indonesia mengekspor minyak sawit sebanyak 2,86 juta ton atau naik 19,6% dari bulan sama tahun lalu. Total produksi bulan itu 3,76 juta ton, terdiri dari minyak sawit mentah dan minyak inti.
Harga minyak sawit priode itu di pasar derivatif Malaysia, untuk penyerahan April dipatok pada harga acuan RM4.331,48/ton. Harga tersebut tertinggi dalam lima tahun terakhir
Meski demikian spektakuler kenaikan harga batubara dan minyak sawit, tentu dengan nilai devisa hasil ekspor yang aduhai pula, geloranya belum terlihat di pasar lokal -- baik pasar modern maupun tradisional -- yang masih dironai suasana lesu seperti selama pandemi.
Mungkin karena devisa hasil ekspor barubara dan sawit itu belum banyak merembes ke tangan rakyat. Soalnya devisa ekspor batubara hanya beredar di tangan segelintir juragan batubara. Demikian pula devisa sawit, lebih 55% berada di genggaman konglomerat, hanya sisanya mengalir ke perusahaan BUMN dan petani plasma.
Sedang petani singkong dan petani padi, lunglai terpukul anjloknya harga panenan mereka. ***
0 komentar:
Posting Komentar