Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Kontaminasi Korupsi Kolam Birokrasi!

Artikel Halaman 12, Lampung Post Jumat 05-03-2021
Kontaminasi Korupsi Kolam Birokrasi!
H. Bambang Eka Wijaya

KETIKA kolam terkontaminasi merkuri, semua ikan dalam kolam tak ada yang luput dari kontaminasi. Demikian pula kolam birokrasi, jika terkontaminasi korupsi, semua pejabat dalam kolam terkontaminasi, yang tak tahan segera menggelepar dan terjaring KPK.
Dengan asumsi demikian korupsi bukanlah tabiat kekuasaan. Tapi suatu situasi lingkungan kekuasaan yang membuat di luar kesadaran para pejabat tersebut telah terkontaminasi virus korupsi. Jika tak mampu mengatasi gejalanya, ia segera menggelepar dijaring KPK.
Banyak pejabat yang bahkan telah digiring KPK masih belum sadar bahwa dirinya telah terkontaminasi virus korupsi. Contohnya Gubernur Sulsel NA, sampai di Gedung Merah Putih pun tetap teguh menyatakan, ia sama sekali tak tahu menahu apa yang dilakukan Edy Rahmat (Sekretaris Kadis PUPR) yang kena OTT menerima uang miliaran rupiah itu.
Begitulah orang yang terkontaminasi. Seperti warga Minamata Jepang, saat terkontaminasi merkuri di awal 1950-an setelah makan ikan dari teluknya yang terkontamonasi, mereka tiba-tiba lumpuh layu hingga ada yang cacat seumur hidup.
Demikian pula virus korupsi, kontaminasinya bisa membuat orang menjadi cacat moral sosial-politik seumur hidupnya.
Layak disimak, makhluk apakah sebenarnya virus korupsi yang mengkontaminasi tanpa kecuali intelektual berintegritas seperti NA?
Kita coba lihat dari kecenderungan kaum intelektual Eropa Abad 19 dan 20 lewat kaca mata Julien Benda (1867-1956). Dalam bukunya yang terkenal Pengkhianatan Kaum Intelektual (1927), Benda menyesalkan para intelektual tersebut yang pragmatis.
Akibatnya, mereka sering kehilangan kemampuan untuk bernalar tanpa pamrih. Ini mendorong peningkatan impuls "realisme" alias "yang kongkrit aja deh". Maka jadilah dominasi dunia material, yang oleh para intelektual dijadikan "realisme integral" berisiko menghasilkan peradaban yang berorientasi materislistik.
Di zaman Benda, disebut berkhianat para intelektual itu ketika mereka diam, atau bahkan bekerja dalam sistem dan sekaligus mendukung kekuasaan politik dan militer yang rasis dan menindas warganya.
Di Abad 21 situasi dan kondisinya jauh berbeda. Intelektual menjadi elite yang membeli kekuasaan, kemudian melakukan berbagai korupsi dengan kekuasaan tersebut.
Di barisan lain, mereka mendegradasi intelektualitasnya menjadi "profesional", yang nyatanya hanya sekelas tukang yang menjual keahliannya pergi pagi pagi pulang petang untuk pemuasan kebutuhan materialnya. ***




0 komentar: