"SEJAK kasus Sipadan-Ligitan Malaysia dimenangkan Mahkamah Internasional sebagai pemilik kedua pulau itu, dalam konflik selanjutnya dengan Indonesia negeri jiran itu selalu unggul selangkah!" ujar Umar. "Itu terlihat dari kasus Ambalat yang disulut gertakan kapal perang Malaysia, Indonesia cuma bisa defensif! Lalu terkait kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) di negeri itu, Indonesia selalu menempatkan tangan di bawah!"
"Lebih parah dalam penangkapan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) RI oleh polisi Malaysia di perairan Indonesia, aparat negara kita ditelanjangi dan diperlakukan sama dengan penjahat, pembebasannya dibarter tujuh nelayan Malaysia yang tertangkap mencuri ikan di perairan Indonesia! Jadi, pejabat negara kita disetarakan maling dari Malaysia!" sambut Amir.
"Sudahlah begitu, menghadapi protes rakyat Indonesia bukannya pemimpin Indonesia berinisiatif membuat langkah sebanding dengan aspirasi yang meruyak di dalam negeri, justru Menlu Malaysia yang membuat shock therapy—mengeluarkan travel warning agar warga Malaysia membatasi kunjungan ke Indonesia!"
"Dalam kasus terakhir itu, Indonesia bukan lagi cuma kalah selangkah, malah seribu langkah!" timpal Umar. "Seharusnya Indonesia yang menyerang dengan shock therapy, tapi malah keduluan Malaysia! Para pejabat tinggi kita cuma sibuk debat kusir untuk membenarkan tindakan masing-masing! Pokoknya tak ada yang salah dengan mereka—para pejabat kita—itu, meski secara de facto kita semakin direndahkan oleh Malaysia!"
"Dengan posisi lebih dahulu 'kaki kita terinjak' demikian bisa dibayangkan bakal seperti apa pertemuan Menlu Indonesia dengan Menlu Malaysia di Kinabalu, Serawak, 6 September 2010!" tegas Amir. "Tentu pertama memberi tahu 'kaki kita terinjak', lalu minta tolong kaki yang menginjak diangkat dulu! Istilahnya, kita kalah setting, termasuk setting tempat pertemuan di wilayah Malaysia—bukan di tempat netral, Singapura misalnya! Dan karena kalah setting, tujuan pertemuan menyampaikan tuntutan rakyat Indonesia agar Malaysia meminta maaf telah memperlakukan pejabat Indonesia seperti penjahat, bisa-bisa malah terbalik court, justru kita yang disuruh meminta maaf!"
"Bukan mustahil, kalau gaya diplomasi Indonesia dalam konflik dengan Malaysia tidak berubah!" timpal Umar. "Untuk itu tampak, kita justru harus belajar dari Malaysia supaya bisa unggul dalam konflik! Yaitu, membuat langkah skak lebih dulu, bukan diskak melulu! Hanya dengan itu negara besar ini tak selalu tangan di bawah dalam konflik dengan negara kecil!"
0 komentar:
Posting Komentar