Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Redenominasi Rupiah, Semar cs. Berbagi Nol!


SEMAR menerima Rp10 ribu dari Arjuna, agar dibagi dengan ketiga anaknya. "Petruk, ini uang dari bendoro, bagi rata dengan Gareng dan Bagong" ujar Semar menyerahkan uang Rp1.000. "Aku sudah ambil bagianku, satu angka nol!"

"Untuk kami bertiga dengan tiga angka nol, jadi pas!" sambut Petruk. Ia serahkan uang Rp100 ke Gareng, "Bagi dua dengan Bagong! Aku sudah ambil bagianku, satu angka nol!"
Gareng menyerahkan Rp10 ke Bagong, dengan pernyataan sama. "Alhamdulillah!" sambut Bagong. "Sudah lama kucari koin puluhan ini, susah sekali! Padahal koin tak bergerigi tepinya ini paling cocok buat kerokan saat masuk angin!"

"Betapa bendoro kita adil, memberi uang bisa pas dibagi, setiap panakawan mendapat satu angka nol!" tegas Semar. "Bahkan siapa sangka, Bagong yang dapat angka nol terujung justru paling mensyukuri bagiannya! Itulah dahsyatnya arti barisan angka nol yang panjang pada mata uang rupiah, hingga jelata yang dengan banting tulang memeras keringat cuma bisa mendapatkan angka nol paling ujung pun, masih bisa bersyukur!"


"Memang sukar dibayangkan jika barisan angka nol yang mampu diraih jelata itu dibuang, seperti rencana Bank Sentral melakukan redenominasi rupiah!" timpal Petruk.

"Bik Cangik tak bisa lagi beli kinangan seikat sirih Rp200, sepotong gambir atau sedulit kapur Rp100, karena tak ada lagi angka nol paling ujung itu!"

"Juga Limbuk, putri Cangik, yang mampunya beli minyak goreng di warung cuma secanting Rp500 untuk menumis kangkung, tak ada lagi angka nol di ujung untuk membayarnya!" sambut Gareng.

"Jangan ditumis!" timpal Bagong. "Kangkungnya direbus, disantap pakai sambal terasi lebih asyik!"

"Dasar Bagong! Keterbatasan selalu jadi berkah terselubung!" tukas Petruk. "Tapi dengan apa dibeli terasi sepotong Rp500?"

"Mengutang di warung Mbok Sinem!" tegas Bagong. "Semua belanjaan yang tak ada mata uang pembayarnya dihitung dulu, dilunasi kelak setelah bisa mendapat uang yang cukup nilainya!"

"Warung Mbok Sinem bangkrut!" timpal Semar.

"Tampak, jelata jadi serbasusah kalau angka nol di barisan ujung nilai rupiah yang merupakan ruang perjuangan hidup mereka dihapus!" tegas Petruk. "Memang hal itu memudahkan mereka yang bergaji puluhan juta, seperti anggota DPR, pejabat tinggi, atau Gubernur Bank Sentral yang bergaji Rp235 juta sebulan! Tapi sepenting apa arti kemudahan itu jika hidup mayoritas jelata jadi lebih susah, ketiadaan alat pembayar sesuai kemampuan mereka mendapatkannya?"

0 komentar: