Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Relevansi Sosial Ibadah Ramadan!


"RAMADAN telah tiba! Marhaban ya Ramadan! Bulan penuh rahmat dan ampunan!" ujar Umar. "Mari kita isi Ramadan secara maksimal dengan ibadah, terutama berpuasa, memenuhi kewajiban setiap orang beriman secara ikhlas, lillahi ta'ala! Semoga kita jadi orang yang takwa!"

"Amin!" sambut Amir. "Meski puasa hablun minallah, hubungan pribadi dengan Sang Khalik, pengamalan menahan haus dan lapar, menahan diri dari semua larangan, menggugah kesadaran terhadap nasib sesama yang sepanjang hidup serbaterbatas seperti yang dirasakan saat berpuasa! Penghayatan kesadaran terhadap nasib dan derita sesama itu gerbang hablun minannas—hubungan sesama manusia—syarat sempurnanya hablun minallah! Itulah dasar relevansi sosial ibadah Ramadan!"

"Relevansi sosial itu layak diberi tekanan dalam ibadah Ramadan, lebih-lebih dalam kehidupan berbangsa mewujudkan cita-cita masyarakat adil-makmur--keadilan sosial bagi seluruh rakyat!" tegas Umar. "Betapa, realitasnya justru semakin tenggelam dalam ketakadilan sosial, kemiskinan!"


"Bicara soal ketakadilan sosial, juga lazim disebut ketakadilan substantif—sosial ekonomis—fokusnya bukan saja mereka yang mampu, tapi lebih sempit lagi, mereka yang mampu berkat kewenangannya membuat aturan yang mengikat berupa hukum dan peraturan baik di pusat maupun daerah (dan mengatur anggaran publik) untuk selalu berusaha mengutamakan orientasinya bagi mewujudkan keadilan sosial dimaksud!" timpal Amir. "Dengan nukleus kemiskinan yang diprioritaskan amil zakat di masjid-masjid setiap akhir Ramadan adalah fakir-miskin, yatim-piatu dan anak-anak telantar, mereka yang berwenang menciptakan hukum berkeadilan dan mengatur anggaran publik justru belum memberi perhatian memadai untuk itu—tanpa kecuali konstitusi (Pasal 34 UUD 1945) mengamanatkan dengan terang dan jelas!"

"Yang terjadi malah sebaliknya, pembuat hukum dan pengatur anggaran publik lebih mendesak aturan penambah nikmatnya sendiri—seperti dana aspirasi, rumah aspirasi—daripada melaksanakan amanat konstitusi bagi kaum duafa!" tukas Umar. "Pada tataran lebih rendah, aturan dibuat justru mendorong penistaan kaum duafa, menangkap paksa dan memulangkan mereka ke daerah asal—seperti mengusir semut dari tumpukan gula!"

"Maka itu, kita doakan semoga lewat amalan ibadah Ramadan, kesadaran baru tumbuh pada pengemban amanah konstitusi untuk memberi prioritas mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat!" timpal Amir. "Selamat beribadah Ramadan!"

0 komentar: