Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Jika Pertumbuhan Berbasis Konsumsi!


"MESKIPUN pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 hanya 4,3%, kita bangga karena masuk tiga besar di Asia setelah China (10%) dan India (8%). Selain, hal itu terjadi ketika krisis keuangan global banyak negara mengalami pertumbuhan negatif!" ujar Umar. "Itu terngiang di telingaku dari pidato Presiden di DPR 16 Agustus!"

"Hal itu memang layak disyukuri!" sambut Amir. "Inti syukurnya, negeri kita dianugerahi penduduk terbesar keempat dunia, setelah China, India, AS!"

"Inti syukurnya jumlah penduduk?" tanya Umar.

"Karena pertumbuhan ekonomi kita berbasis konsumsi!" jawab Amir. "Jika pertumbuhan berbasis konsumsi, negara terbesar penduduknya tertinggi pula pertumbuhannya! China, penduduk 1,3 miliar jiwa tumbuh 10%! India penduduk satu miliar tumbuh 8%! Penduduk Indonesia 237 juta (Sensus 2010), tumbuh 4,3%!"


"Pertumbuhan dihitung dari kelebihan nilai PDB—produk domestik bruto—periode sama tahun lalu. PDB dihitung dari sumbangan berbagai kelompok produktif!" sambut Amir.

"Jika pertumbuhan berbasis konsumsi, tentu bisa juga dihitung lewat sumbangan kelompok warga ke keranjang PDB, seperti per 100 juta jiwa—jika setiap 100 juta jiwa menyumbang 1% pertumbuhan, dari konsumsi 1,3 miliar penduduk China pertumbuhan menjadi 13%! Dengan pertumbuhan riil 10%, sumbangan per 100 juta penduduk China di bawah 1%! Sedang Indonesia, dengan 237 juta jiwa tumbuh 4,3%, sumbangan per 100 juta penduduk jadi dua kali lipat dari China!"

"Dari penghitungan itu tampak, tingkat konsumtif warga Indonesia dua kali lipat dari China dan India!" timpal Amir. "Celakanya, pertumbuhan China dan India didukung industri, isu terpenting di Indonesia kini justru sedang terjadinya proses deindustrialisasi—pertumbuhan sektor industri menjurus ke negatif! Lebih celaka, konsumtivitas Indonesia yang tinggi terjadi atas produk impor, sedang industrinya banyak perakitan (assembling) dan lisensi merek produk asing! Jadi, nilai tambah dan net profit industrinya lebih dinikmati asing!"

"Dengan komponen pertumbuhan seperti itu apa tetap layak kita banggakan?" tanya Umar.

"Tentu layak dibanggakan!" jawab Amir. "Namun, akan lebih baik dan sehat kalau komponen pertumbuhan dan nilai tambahnya benar-benar kita yang menikmati! Kalau begini terus, kita bekerja di ladang sendiri, panennya dibawa pulang orang asing! Realitas demikian menuntut kita lebih serius lagi mewujudkan kemerdekaan ekonomi agar rahmat kemerdekaan bisa benar-benar dinikmati bangsa Indonesia!" ***

0 komentar: