"POLITIK apa namanya ketika dalam paripurna DPR Jumat, Partai Golkar dan PKS tegas menolak harga BBM naik, tapi pada bagian lain menyetujui penambahan Ayat 6-A pada Pasal 7 RUU APBNP 2012 yang isinya menyetujui pemerintah untuk menaikkan harga BBM jika harga minyak mentah Indonesia mencapai tingkat tertentu dalam periode tertentu?" tanya Umar.
"Itu yang peribahasa sebut telunjuk lurus kelingking berkait!" jawab Amir. "Telunjuk terlihat tegas dan jelas mengacung ke arah mana, tapi kelingking mengait ke arah berbeda! Itu menggambarkan sikap partai-partai tersebut tak konsisten, alias tidak istikamah! Bahasa lazimnya bersikap ambivalen, berwajah ganda, hipokrit!"
"Istilah hipokrit seingatku juga berarti munafik, kan?" tukas Umar.
"Tak perlu ditarik sejauh itu! Biarkan rakyat menilai sendiri istilah paling tepat untuk itu, karena jangan-jangan istilah munafik yang lazim dipakai terkait agama tak bisa dipakai dalam politik atau sebaliknya!" timpal Amir. "Lagi pula syarat yang diajukan PKS cukup berat, kenaikan ICP rata-rata 20% di atas patokan 105 dolar AS/barel! Karena itu, hampir bisa dipastikan lobi dengan PKS paling alot kemarin, hingga dari setengah empat sampai magrib tak selesai!"
"Pintar-pintar kaulah menyelamatkan muka PKS!" tegas Umar. "Tapi jelas, permainan politik telunjuk lurus kelingking berkait itu menjadikan parlemen cuma sebagai panggung sandiwara membohongi rakyat! Di panggung tegas menolak harga BBM naik, di balik tirai memberi jalan bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM!"
"Memang baru sekelas itulah gaya permainan politik di negeri kita!" timpal Amir.
"Komitmennya pada kepentingan rakyat menolak harga BBM naik cuma pura-pura, di balik itu bersyubhat mengkhianati rakyat yang diberi beban berat memikul risiko kenaikan harga BBM!" "Itu menunjukkan pada dasarnya para politisi tersebut berdemokrasi sak karepe dewe—semau sendiri—sedang aspirasi rakyat yang sebenarnya, seperti menolak kenaikan harga BBM, cuma mereka jadikan mainan kepura-puraan semata!" tegas Umar. "Dengan demokrasi sak karepe dewe itu jelas sistem demokrasi perwakilan tak berjalan semestinya! Agregasi, mengumpul aspirasi rakyat yang diwakilinya, lalu merumuskannya dengan tajam (artikulasi) sama sekali tak dilakukan, tahu-tahu mengambil keputusan yang merugikan dan menyengsarakan rakyat!" "Begitulah politik berdasar moral hipokritisme!" timpal Amir. "Rakyat jadi tumbal, korban konyol!" ***
"Komitmennya pada kepentingan rakyat menolak harga BBM naik cuma pura-pura, di balik itu bersyubhat mengkhianati rakyat yang diberi beban berat memikul risiko kenaikan harga BBM!" "Itu menunjukkan pada dasarnya para politisi tersebut berdemokrasi sak karepe dewe—semau sendiri—sedang aspirasi rakyat yang sebenarnya, seperti menolak kenaikan harga BBM, cuma mereka jadikan mainan kepura-puraan semata!" tegas Umar. "Dengan demokrasi sak karepe dewe itu jelas sistem demokrasi perwakilan tak berjalan semestinya! Agregasi, mengumpul aspirasi rakyat yang diwakilinya, lalu merumuskannya dengan tajam (artikulasi) sama sekali tak dilakukan, tahu-tahu mengambil keputusan yang merugikan dan menyengsarakan rakyat!" "Begitulah politik berdasar moral hipokritisme!" timpal Amir. "Rakyat jadi tumbal, korban konyol!" ***
1 komentar:
Aneh ya pak Bambang ini. Di satu sisi menyesalkan kenaikan BBM sebagaimana pada http://www.buras-lampost.blogspot.com/2012/03/by-design-destruksi-perekonomian-rakyat.html
tapi setelah ndak jadi naik, kok mencela partai. Aneh.
Posting Komentar