Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Cucu Pelaut Mengail di Kolam (3)

"JALESVEVA JAYAMAHE! Di lautan kita jaya! Itulah semboyan pelaut, yang tak perlu diragukan merupakan jaminan kesejahteraan masa depan bangsa jika ditangani secara proporsional!" tegas nelayan. 

"Itu berarti secara mendasar digarap skenario pengembangannya, mulai memajukan keilmuannya, mendorong proses pendidikannya, dan merintis aplikasi teknologi, bisnis dan pemantapannya sebagai kekuatan ekonomi bangsa yang berbasis kesejahteraan seluruh rakyat!"

"Semua itu harus bertolak dari political will penguasa yang didukung komitmen semua komponen bangsa, terutama elitenya!" timpal teman. "Suatu kemauan politik dan komitmen elite yang tulus, bukan seperti selama ini yang terkait dengan kepentingan rakyat, cuma retorika bahkan sandiwara!" "Harapan sempat muncul sekejap di era Gus Dur, tapi karena kurang conform dengan kepentingan elita dalam skala luas, bukan hanya gagasan memprimadonakan kelautan, malah sekalian bersama Gus Dur-nya tergusur!" tukas nelayan. 

"Pengalaman itu menunjukkan, kemauan politik penguasa saja tak cukup!" "Terkait kepentingan elite yang beraneka corak dan ragamnya, perlu proses rasionalisasi lewat semacam Renaisans, atau bahkan Revolusi!" timpal teman. "Artinya, mendorong pemikiran dan orientasi mengarah ke laut sebagai sumber kemakmuran bangsa tak mudah! Selain tokoh yang mumpuni untuk memelopori usaha itu masih langka, perlu waktu untuk sampai mencapai kondisi kepepet baru bisa diharap karena terpaksa, tak ada pilihan lain!" 

"Posisi kelautan sebagai pilihan terakhir dari berbagai dimensi itu akan berpengaruh pada penderitaan nelayan jadi berkepanjangan, dengan realitas kemiskinan dan kesengsaraan yang juga semakin dalam!" tegas nelayan. "Hal itu memang tak cukup kuat sebagai pemicu Renaisans maupun Revolusi yang dibutuhkan bangsa ini untuk mengubah orientasinya dari pertumbuhan ekonomi! Maka itu, dont cry for nelayan, Indonesia!" 

"Tak perlu cengeng!" entak teman. "Dua per tiga wilayah negeri ini laut, sehingga dengan mengabaikan esensialnya potensi laut berarti melupakan dua per tiga sumber kesejahteraan bangsanya! Jika sejauh ini mayoritas warga bangsa belum sejahtera, karena memang cuma sepertiga dari potensi wilayah negerinya yang dimanfaatkan optimal!" *** (Habis)

0 komentar: