Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Otomatis Atasi Kemiskinan!

"HOREEE! Kita masuk koran!" sorak Eman menemui teman-temannya di gardu kamling. Mereka itu mantan perambah yang lahan garapannya di kawasan hutan dilegalisasi jadi hutan kemasyarakatan. 

"Lihat ini beritanya!" "Mana?" sambut rekannya menyambar koran dan membacanya, "Orang miskin di Lampung berkurang 34.800 orang! Ini beritanya? Tak ada menyebut nama atau alamat kita?" "Tapi yang dimaksud berita itu pasti kita!" Eman ngotot. 

"Karena cuma kawasan hutan kemasyarakatan kita ini yang panen perdana kopi dengan hasil luar biasa, hingga secara otomatis mengatasi kemiskinan warganya yang sebelumnya sengsara panjang! Waktu antara Maret ke September 2012 itu tepat sekali dengan masa panen kopi saat warga kita membelanjakan amat banyak uang, sehingga konsumsi per jiwanya melampaui garis kemiskinan terakhir Rp263,008 per jiwa, seperti disebut dalam berita itu!"

"Memang kalau bukan berkat limpahan rezeki luar biasa dari Yang Maha Pengasih, tak mudah warga miskin bisa melonjak nasibnya sampai melewati garis kemiskinan!" timpal rekan. "Tanpa kehendak-Nya, tak mudah mengentaskan 34.800 orang dari jurang kemiskinan dalam waktu enam bulan, berarti 5.800 orang per bulan, atau 193 orang setiap hari! Menjamu sekali makan 193 orang miskin setiap hari saja mungkin pemerintah daerah enggan, karena bisa kewalahan, apalagi mengentaskannya dari jurang kemiskinan!" 

"Memang, usaha mengentaskan kemiskinan lebih tepat pakai cara otomatis melalui pemberian kesempatan untuk kerja keras kepada warga miskin begini!" tegas Eman. "Karena, kalau pakai anggaran tunai, malah habis untuk membiayai kegiatan pengelola proyeknya! Buktinya, dengan APBN 2012 sebesar 99,2 triliun untuk mengatasi kemiskinan meleset dari target (MI, 4-1), justru warga pinggiran hutan seperti kita yang keluar dari kemiskinan tanpa cipratan dana itu!" 

"Tapi kenapa Lampung malah masuk 10 besar provinsi termiskin (MI, 3-1) bersama Papua, Papua Barat, Maluku, NTT, Aceh, NTB, Bengkulu, Gorontalo, dan DIY?" kejar rekan. "Karena semakin eskalatif pertambahan jumlah warga perambah di kawasan hutan seantero Lampung yang tak jelas nasibnya!" tegas Eman. "Mereka menanti diberi legalitas, kesempatan mengatasi kemiskinan secara otomatis!" ***

0 komentar: