“KASIHAN sekali!” entak cucu menyimak berita televisi. “Dua petugas kebersihan ditemukan tim SAR tewas terjebak banjir di basement dua lantai di bawah tanah sebuah plaza di Jalan Thamrin, Jakarta! Di basement itu ditempatkan ruang petugas kebersihan—cleaning service—yang ditenggelamkan air bah Rabu lalu!”
“Ajal di tangan Tuhan!” timpal kakek. “Di kasur pun kalau saatnya tiba, ajal tak bisa ditolak!”
“Takdir yang membedakan tewas terjebak banjir di basement gedung pencakar langit dengan wafat di kasur!” tegas cucu. “Takdirnya petugas kebersihan sedemikian karena arsitek maupun pemilik gedung gegabah basement-nya aman 100% dari limpahan banjir, sehingga menempatkan markas petugas kebersihan di lantai bawah tanah itu!”
“Tapi arsitek tak bisa sepenuhnya disalahkan karena pemerintah tak memberi peringatan serius ancaman banjir pada setiap basement di Jakarta, sekalipun Jakarta saat bernama Batavia dibangun dengan konsep Amsterdam, sebuah kota di bawah permukaan laut!” timpal kakek.
“Konsep itu tak menjadi acuan pembangunan Batavia masa kini, sehingga terjadilah banjir besar Rabu akibat terjangan rob—pasang ekstratinggi Teluk Jakarta—berpadu dengan curah hujan tinggi di wilayah Jakarta yang airnya tertahan tak bisa mengalir ke laut, diperparah banjir kiriman dari hulu, Puncak dan Bogor!”
“Begitulah situasi di balik takdir malang petugas kebersihan, bertolak dari kondisi kepemimpinan pembangunan Ibu Kota yang serbasalah!” tegas cucu.
“Namun, warga selaku pribadi maupun rakyat dari masyarakat bangsa tak boleh pasrah, bersikap fatalistik menyerah pada takdir yang sedemikian! Karena Tuhan memberi domain kepada manusia untuk berusaha, meski harus ingat domain Tuhan menentukan hasilnya! Tuhan menyuruh manusia mengubah nasibnya, berusaha keras menggapai takdir terbaik, baik per seorangan maupun bersama sebagai sebuah kaum!”
“Usaha untuk itu dimulai dari dorongan kepada pribadi setiap warga agar sejak kecil belajar bersungguh-sungguh supaya bisa menggapai takdir lebih baik dari mereka yang disekap bermarkas di basement!” tukas kakek. “Lalu para pemimpin tak lupa membuat aturan buat menjamin keamanan buat memuliakan sesama manusia! Bukan cuma mau kedudukan tinggi dan harta melimpah, melainkan mengorbankan dan merendahkan martabat sesama manusia!” ***
0 komentar:
Posting Komentar