"AKSI nasional buruh menuntut kenaikan UMP 50 persen atau di Jatim jadi Rp3 juta dan di DKI Jakarta jadi Rp3,7 juta, yang semula dijadwal 28—30 Oktober, ternyata berlanjut terutama di Jabodetabek!" ujar Umar.
"Lewat jadwal itu, buruh dipimpin Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Kamis (31/10), masih demo di pusat-pusat industri Jabodetabek dan Balai Kota DKI!"
"Dalam orasinya Said Iqbal menyatakan aksi buruh dilanjutkan dan untuk selanjutnya di kantor gubernur DKI, karena pemerintah belum merespons tuntutan buruh!" timpal Amir.
"Di lain pihak, Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) yang menari-nari di ruang kerjanya mengikuti irama dangdut, rock, dan reggae yang ditabuh buruh di depan kantornya, menyatakan dia belum menemui buruh karena bahan untuk itu, seperti hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) belum dilaporkan padanya!"
"Menurut Jokowi buruh salah alamat demo ke kantornya, karena gubernur cuma menjalankan UU Ketenagakerjaan (No. 13/2003) dan Inpres No. 9/2013 tentang UMP yang semua produk Pemerintah Pusat, tak bisa diubah gubernur!" tukas Umar.
"Di balik itu, lucunya, aksi nasional buruh menuntut kenaikan UMP itu sebenarnya justru disulut oleh Inpres No. 9/2013 yang dinilai merugikan buruh! Protes dan tuntutan supaya Inpres itu dicabut dikatakan secara tegas dan jelas oleh buruh!"
"Inpres yang dianggap merugikan buruh itu berisi aturan untuk daerah yang upah minimumnya masih di bawah KHL kenaikannya dibedakan antara industri padat karya dan industri lainnya!
UMP/K tak berlaku umum, tapi sektoral (UMSP/K). Ini membuat upah buruh sektor padat karya bisa tertekan tetap rendah!" ujar Amir.
"Lalu, bagi daerah yang upah minimumnya sudah di atas KHL, kenaikan upah dilakukan bersifat aktual berdasarkan kesepakatan bipartit buruh dan majikan di masing-masing perusahaan!
Ini dianggap melanggar UU No. 13/2003 yang mengatur UMP ditetapkan oleh gubernur!"
"Itulah penyulut di balik aksi nasional buruh terakhir ini, 'jalaran' bagi aksi massa buruh jadi berkelanjutan—tak kunjung bisa dihentikan!" tukas Umar. "Soalnya, dikeluarkan pun aturan tentang buruh bukan yang menyelesaikan masalah, melainkan justru yang bisa dijadikan alasan untuk melakukan aksi baru menolaknya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar