"PARTISIPASI rakyat secara komprehensif—dari pemilihan umum sampai membayar aneka jenis pajak—menjadi penentu kekokohan tegaknya negara!" tegas Edi. "Itu dimulai dari partisipasi rakyat dalam revolusi merebut kemerdekaan dengan keikhlasan berkorban jiwa-raga!"
"Meski demikian, partisipasi secara umum tidak dirawat oleh kalangan yang mendapat mandat mengelola negara, kecuali partisipasi wani piro yang semata dibutuhkan secara priodik untuk melanggengkan kekuasaan!" timpal Edo. "Akibatnya, tradisi partisipasi rakyat yang semula sampai tingkat bela pati—berbakti dengan mengorbankan nyawanya—perlahan luntur jadi tinggal senilai paket sembako!"
"Itu terlihat pada gejala di balik ruwetnya daftar calon tetap (DPT) Pemilu 2014 hingga di semua wilayah banyak pemilih hantu—orang telah meninggal masih masuk daftar!" tegas Edi. "Itu akibat partisipasi yang diatur UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan agar warga melaporkan setiap perubahan dalam keluarganya (lahir, mati, pindah, dan lainnya) tidak jalan semestinya!
Selain partisipasi untuk melaporkan setiap perubahan tak dilakukan seksama oleh warga, aparat pemerintah semua tingkatan—terutama Disdukcapil di kabupaten/kota—juga tidak proaktif! Tak ayal lagi, data kependudukan dalam skala nasional di semua tingkat tak aktual, acak kadut!"
"Partisipasi wani piro yang mendegradasi nilai dari partisipasi bela pati menjadi paket sembako itu berakibat orang tak ikut mendayung saat jalan perahu lambat dan salah arah, tetapi cuma protes, mengecam!" timpal Edo.
"Ini gambaran partisipasi dalam masyarakat secara umum, yang semula otot baja perjuangan bangsa, kini melemah menjadi beban tambahan yang malah memperlambat jalannya perahu bangsa!"
"Karena itu, partisipasi rakyat dalam maknanya yang benar perlu ditumbuhkan kembali!" tegas Edi.
"Usaha untuk itu seperti lewat Gerakan Serentak Membangun Kampung (GSMK) kerja sama Pemkab Tulangbawang dan Universitas Lampung, layak disimak. Terbukti, meskipun ada yang lebih suka menggerutu daripada ikut mendayung, secara umum tradisi partisipasi rakyat masih bisa dibangkitkan sebagai otot proses pembangunan!
Orang masih merasa malu jika tak ikut gotong royong membangun kampung, minimal—awalnya—berpartisipasi pada perbaikan jalan di depan rumahnya!" ***
0 komentar:
Posting Komentar