"MESKI demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat, praktiknya tak selalu benar-benar rakyat yang berdaulat!" ujar Imar. "Demokrasi bisa pseudomatis, dibuat hanya seolah-olah, seperti era Orde Baru, penguasa otoriter yang berkuasa mutlak, sedang demokrasi sekadar embel-embel! Itu karena sistem dan proses 'demokrasi' sepenuhnya dalam kontrol penguasa!"
"Lewat reformasi 1998 mahasiswa berhasil merebut demokrasi dan mengembalikan kedaulatan rakyat!" timpal Amir.
"Tapi, itu hanya sampai 1999, ketika lewat Sidang Umum MPR demokrasi 'dibajak' oleh elite politik—semua proses demokrasi lewat politikus! Calon presiden dan kepala daerah hanya boleh dari partai politik, seleksi pimpinan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan juga lewat politikus di DPR, dari Hakim Agung, Kapolri, Jaksa Agung, pimpinan BI, sampai KPK dan lain-lain!"
"Demokrasi milik elite politik ini bertahan hingga Pemilu Presiden 2014, saat suara rakyat lewat koalisi minoritas merebut 53,15% suara, mengalahkan elite mayoritas pada 46,85%—padahal koalisi mayoritas ini meraih 62% suara di pileg!" tegas Umar.
"Tentu koalisi elite mayoritas yang di atas kertas suaranya unggul itu 'kebakaran jenggot'! Mereka tuding KPU curang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) lalu menggugatnya ke MK, DKPP, Mabes Polri, PTUN, PN Jakarta Pusat, Ombudsman, membuat Pansus Pilpres di DPR! Plus, memprovokasi massa di MK dengan yel; Tangkap Ketua KPU!"
"Semua itu ekspresi rasa kehilangan yang mendalam elite mayoritas atas demokrasi, milik amat berharga yang mereka timang-timang sebagai pemuas kepentingan mengelola uang rakyat!" tukas Amir. "Kembalinya demokrasi pada kedaulatan rakyat bisa mengurangi keleluasaan elite mayoritas dalam mengelola uang rakyat!
Di lain sisi, kepedihan rakyat tertindas dalam kemelaratan bisa berkurang!" "Setidaknya rakyat bisa mengkritisi hal-hal yang kurang beres dalam pengelolaan dana terkait kepentingan rakyat, seperti dana kemiskinan yang pada 2013 mencapai sekitar Rp120 triliun, tapi warga miskin justru bertambah dari 28,07 juta orang Maret 2013, jadi 28,55 juta orang pada September 2013," timpal Umar.
"Entah jadi berapa pula orang miskin September 2014, dari 28,28 juta orang Maret 2014, dengan dana kemiskinan 2014 sebesar Rp134,5 triliun! Jika kontrol rakyat lebih efektif, ke depan bisa lebih baik!" "Tapi kalau segala usaha elite mayoritas kembali membajak demokrasi berhasil," tukas Amir. "Warga miskin bisa tergilas lagi di bawah garis kemiskinan!"***
0 komentar:
Posting Komentar