"PERIBAHASANYA 'biduk lalu kiambang bertaut'! Haluan membelah air menjadi dua bagian arus yang saling menjauh, tetapi begitu biduknya lalu, dua garis arus yang semula saling menjauh itu—kiambang—kembali bertaut, tanpa menyisakan bekas pernah terbelah!" ujar Umar. "Demikian pula masyarakat yang usai terbelah oleh pilihannya dalam pilpres, menaut kembali dalam silaturahmi Idulfitri!"
"Peribahasa dan pepatah disimpulkan para bijak bestari dari pengalaman nyata suatu masyarakat yang berulang terjadi dalam perjalanan panjang merajut peradaban!" timpal Amir. "Khususnya peribahasa 'biduk lalu kiambang bertaut', menjadi dinamika yang memperkuat perekat masyarakat nusantara dalam realitas Bhinneka Tunggal Ika—berbeda-beda tetapi tetap satu—sebagaimana ditulis Mpu Tantular dalam Negara Kertagama!"
"Karena itu, dibelah sekeras apa pun oleh kepentingan sempit segelintir elitenya, masyarakat bangsa akan selalu kembali bertaut makin kokoh dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia!" tegas Umar. "Dalam silaturahmi Lebaran, warga saling terbuka di antara sesamanya, juga di antara keluarga—aku pilih nomor satu! Temannya menukas, aku pilih nomor dua! Keduanya lalu ngakak, menertawakan perbedaan pilihan di antara sahabat! Namun, perbedaan pilihan di antara mereka itu telah selesai, tanpa mengusik, apalagi meretakkan, persahabatan antarwarga!" "Bagi warga, orang kebanyakan, berbeda pilihan dalam berbagai event pemilihan umum bukanlah masalah prinsipil! Juga terkait aneka pilihan dalam realitas hidup, perbedaan justru menjadikan kehidupan penuh warna!" tukas Amir.
"Untuk itu, justru kalangan elite yang sering n¬gotot dengan perbedaan pilihan sebagai nista sehingga yang berbeda pilihan dipandang sebagai musuh—lantas diserang dengan segala cara, dari fitnah lewat media sosial sampai merusak milik orang yang dimusuhi hanya karena beda pilihan!" "Untuk itu, ada baiknya kalangan elite yang cenderung demikian belajar dari karakter masyarakat kebanyakan yang telah tersimpul dalam Bhinneka Tunggal Ika, dengan peribahasanya biduk lalu kiambang bertaut!" timpal Umar. "Segala bentuk dan sifat perbedaan di dunia, juga masyarakat bangsa, jelas merupakan bukti mahaagung Sang Maha Pencipta! Tidak pada tempatnya bagi para hamba untuk mengingkarinya!" ""Artinya, tidak pada tempatnya pula elite memprovokasi membelah rakyat!" tegas Amir. "Idulfitri telah mempersatukan rakyat! Mohon maaf lahir batin!" ***
0 komentar:
Posting Komentar