SETELAH 2014 menyelesaikan perannya sebagai tahun kampanye, pemenangan, dan peralihan menuju hidup sederhana, maka 2015 menjadi awal era mewujudkan pola hidup yang menjauhi pemborosan dengan kesia-siaan (absurd) beresensi ketakadilan itu!
Pola hidup sederhana bukanlah sekadar makan tiwul setiap 17 Agustus seperti didemonstrasikan penguasa selama beberapa delade, padahal saat bersamaan pemborosan dengan kesia-siaan dilakukan secara gila-gilaan.
Contohnya subsidi BBM, ratusan triliun rupiah setiap tahun dibakar sia-sia mubazir di jalanan macet oleh para pemilik mobil, yang sangat tak adil karena rakyat miskin hanya tersekap asap kotor buangannya!
Artinya, hidup sederhana harus dijalankan dengan prinsip dan tujuan mulia, bahkan sebagai ibadah! Dalam hal ini ibadah menghindarkan bangsa dari bencana ketimpangan akibat ketakadilan distribusi subsidi, maupun distribusi hasil kekayaan alam negeri lainnya.
Ketimpangan itu menajam dramatis dalam satu dekade terakhir, dari Indeks Koefisien Gini 0,300 pada 2003 menjadi 0,413 pada 2013, mendekati titik kritis ancaman bencana, 0,50. Dihentikannya subsidi penyebab ketimpangan dan dijalankannya pola hidup sederhana, 2015 menjadi awal momentum kebangkitan bangsa di jalan ajaran moral yang tepat.
Ajaran moral itu berbunyi, “Ada tiga perkara yang menyelamatkan dari bencana: 1. Takut kepada Allah baik dalam keadaan sepi maupun ramai. 2. Sederhana dalam keadaan kaya atau miskin. 3 Adil dalam keadaan senang atau marah.” (H.R. Tabrani, Baihaqi)
Salah satu ekspresi takut kepada Allah itu, tidak bertindak boros dan mubazir, karena mubazir sahabat setan.
Termasuk ekspresi tersebut mengalihkan subsidi dari orang-orang kaya untuk dibakar habis mubazir di jalanan macet kota besar, menjadi dana pendidikan, kesehatan, dan peningkatan kesejahteraan kelompok termiskin!
Tentu saja tak mudah mewujudkan pola hidup sederhana sebagai ekspresi takut kepada Allah dan demi keadilan substantif, distribusi segala kekayaan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat!
Terutama karena bisa saja kelompok yang sebelumnya diuntungkan dan menikmati subsidi dan aneka maslahat itu berusaha merebut kembali semua itu dengan hak-hak istimewa yang mereka miliki.
Karena itu, diperlukan dukungan rakyat secara maksimal untuk mewujudkan pola hidup sederhana sebagai ekspresi takut kepada Allah dan aktualisasi keadilan. ***
0 komentar:
Posting Komentar