HUKUM harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh. Berarti, penegakan hukum harus dilakukan kapan saja tanpa menoleh kiri-kanan, karena penegak hukum juga digambarkan mengayun pedang dengan mata tertutup. Hanya dengan begitu, sebuah rechtstaat—negara hukum—bisa diwujudkan!
Menurut Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945, "Negara Indonesia negara hukum."
Prinsip penting dalam negara hukum adalah berlakunya supremasi hukum. Dalam penjelasan UUD 1945 saat menegaskan bentuk negara hukum atau rechtstaat diberi negasi bukan machtstaat (negara kekuasaan).
Dalam praktiknya, hingga sekarang pun, tantangan dalam mewujudkan negara hukum itu sering adalah laku lajak (over acting) kekuasaan sehingga terjadilah pertarungan antara supremasi hukum dan supremasi kekuasaan politik.
Contoh adu kuat rechtstaat vs machtstaat itu terlihat dalam kasus Komjen Budi Gunawan yang oleh KPK telah ditetapkan sebagai tersangka, oleh Komisi III DPR tetap diloloskan sebagai calon Kapolri. Memang DPR bisa berdalih menghormati asas praduga tak bersalah, tapi kalaupun nantinya sebagai tersangka dilantik jadi Kapolri, tentu tugasnya akan terganggu dengan proses hukum dan persidangan.
Apalagi kalau akhirnya divonis bersalah sehingga harus menjalani hukuman.
Semua itu tentu bisa mengganggu tugas seorang Kapolri, yang diharapkan bisa sepenuh waktunya mengatasi segala bentuk kejahatan dan menciptakan ketenteraman masyarakat! Lebih penting lagi, kalau semua itu terjadi, peran pemimpin sebagai teladan bawahan dan rakyat sukar diwujudkan.
Sedang alasan Komisi III DPR meloloskan calon Kapolri berstatus tersangka kasus korupsi karena menuduh KPK bermain politik dengan menetapkan status tersangka saat seseorang dicalonkan untuk jabatan Kapolri, oleh pendukung supremasi hukum bisa dimentahkan dengan prinsip-prinsip universal penegakan supremasi hukum di atas.
Laku lajak kekuasaan hingga mencuatkan machtstaat karena baik eksekutif maupun legislatif sebagai pembuat hukum (UU) sering merasa berada di atas atau lebih tinggi dari ciptaannya.
Bahkan, secara nyata juga mereka bisa membuktikan dengan mudah mengubah hukum seperti dilakukan pada UU Pilkada dan UU MD3.
Terkait dengan KPK, seleksi pimpinannya juga di tangan mereka!
Dengan begitu, gejala machtstaat akan muncul selain lewat menabrak penegakan hukum, juga dengan berselubung kekuasaan membuat UU mempraktikkan kekuasaan demi kekuasaan semata! ***
0 komentar:
Posting Komentar