BEGAL ternyata fenomena serius bangsa karena mayoritas pelaku yang tertangkap remaja, 15—19 tahun, usia SMP—SMA! Untuk mengatasi fenomena itu, wakil Presiden M Jusuf Kalla meminta Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah Anies Baswedan meneliti fenomena itu terkait dunia pendidikan.
Fenomena itu juga terjadi di Lampung, sejak operasi polisi berantas begal di Lampung Utara dan Lampung Tengah tiga tahun lalu. Bahkan, dalam penembakan yang menewaskan pemred Fokus di Perum Way Kandis baru-baru ini, dua dari tiga terduga pelaku berusia 18 dan 19 tahun.
Anies Baswedan, pada seminar pendidikan karakter di Bandung, Sabtu (28/2), mengatakan usia anak dalam masa perkembangan masih rentan untuk membedakan maya dan nyata. Sinetron dan video game bisa dianggap sebagai faktor yang memengaruhi pengambilan keputusan sebagian anak-anak (detik.com, 1/3).
"Ada banyak riset tentang video game, ada yang mengaitkan video game dengan kecenderungan tindakan kekerasan, ada pula yang menyatakan tidak ada keterkaitan signifikan," jelas Anies.
Anak-anak belum memahami secara utuh batasan-batasan benar-salah, boleh-tidak boleh, menyakiti-tidak.
Terutama dampak tindakan tersebut terhadap dirinya atau orang lain untuk waktu jauh ke depan. Kemenbud Dikdasmen, kata Anies, akan mendorong dan mendukung sebagai simpul gerakan. Kemenbud Dikdasmen telah mengadakan berbagai diskusi terkait sasaran prioritas untuk menanggulangi masalah kekerasan.
Disimak dari pernyataan Anies, terkesan Kemenbud Dikdasmen baru saja menyadari fenomena itu dan baru memulai cari jalan keluarnya. Padahal, di lapangan sudah banyak remaja ditangkap sebagai begal motor dan ada yang dibakar massa saat tertangkap. Peran orang tua mencegah anaknya (yang terlanjur jadi begal) cenderung terbatas.
Untuk yang belum terlanjur, peran masyarakat menggerakkan orang tua melakukan pencegahan masih terbuka.
Peran masyarakat yang harus digerakkan, terutama dalam penanganan hukum pada begal remaja, umumnya diperlakukan sama dengan pelaku dewasa. Akibatnya, kurang unsur pembinaan untuk masa depannya.
Sebaliknya, selama proses hukum justru sang remaja menjalani school of crime, belajar kejahatan pada para senior. Masyarakat harus mendorong aparat hukum memperlakukan mereka dengan sistem juvenile deliquency, kasus kejahatan remaja, yang lebih berorientasi mengembalikannya ke jalan yang benar.
Tanpa peran masyarakat yang efektif, tidak ada pemutus mata rantainya, ke depan begal remaja justru bisa kian masif! ***
0 komentar:
Posting Komentar