SELAIN pelemahan KPK, pelemahan kurs rupiah juga harus diwaspadai. Kalau pelemahan KPK termasuk prahara yang oleh mantan Presiden SBY disebut akibat adanya nafsu (baca: rekayasa) kekuasaan, perlu dicari tahu pula anomali apa yang berkutat di balik pelemahan rupiah.
Kurs rupiah pada awal perdagangan di pasar spot Kamis (5/3) melorot hingga tembus Rp13 ribu per dolar AS. Menurut data Bloomberg pukul 08.20, rupiah merosot ke posisi 13.047 per dolar AS, setelah dibuka pada 12.999. Pada penutupan Rabu (4/3) petang, rupiah melemah ke posisi 12.991.
Layak dicari tahu ada anomali apa di balik pelemahan berlanjut itu, yang selama ini hanya disebut akibat terus menguatnya dolar AS berkat membaiknya ekonomi AS. Tapi, kalau hanya faktor tunggal itu, apakah bisa terus berlanjut tak tertahan oleh beraneka hal positif yang terus terjadi dalam perekonomian Indonesia?
Hal-hal positif itu, antara lain deflasi yang konsisten dari Januari ke Februari 2015. Lalu penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) dari 7,75% menjadi 7,50%, petunjuk menguatnya berbagai indikator fondasi ekonomi nasional. Juga turunnya sampai 50% harga BBM dunia sehingga pemerintah mendapat ruang fiskal dari penghapusan subsidi premium dan leluasa melakukan banyak hal memenuhi janji kampanye saat pilpres.
Lebih lagi pasangan rupiah sebagai sayap indikator ekonomi nasional, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mengukir rekor sepanjang masa, 5.400, 5.450, dan sedang menanti tepuk tangan tembus 5.500.
Namun, kenapa berbagai faktor positif yang berkaitan erat dengan moneter itu tak mampu menahan laju pelemahan rupiah berkelanjutan?
Didik J Rachbini melihat masalahnya pada perbaikan neraca pembayaran dan neraca perdagangan.
Terpenting ekspor terus diperbaiki, tegasnya. (Kompas.com, 2/3)
Maksudnya, jangan cepat terbuai puas oleh gejala positif kecil-kecilan seperti defisit transaksi berjalan yang kuartal IV/2014 jadi tinggal 2,81% dari PDB, atau surplus neraca perdagangan Januari 2015 sebesar 720 juta dolar AS.
Tapi, teruslah genjot ekspor agar gejala kecil-kecil itu menjadi sesuatu yang besar dan mampu menahan laju pelemahan rupiah!
Salah satu yang harus dipangkas untuk meningkatkan ekspor adalah dweling time (masa tunggu kapal di pelabuhan) yang kini tercatat 8 hari. Lebih cepat bongkar muat, lebih banyak barang diekspor! ***
0 komentar:
Posting Komentar