RAPAT Pimpinan Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta memutuskan penggunaan APBD DKI Jakarta 2015 melalui peraturan gubernur. "Hasil rapat tadi bahwa diserahkan kepada gubernur. Kalau diserahkan ke gubernur, ya pergub, susun seluas-luasnya," ujar Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik, Jumat (20/3) (Kompas.com, 21/3).
Dengan keputusan DPRD menyerahkan kepada eksekutif pembuatan dasar hukum APBD dengan pergub, berakhirlah konflik DPRD dan Pemprov DKI terkait penyusunan APBD 2015 yang sempat diproses hingga pembentukan panitia hak angket oleh DPRD. Sekaligus, segala hal yang berpotensi melanggar hukum dalam RAPBD 2015, seperti anggaran siluman Rp12,1 triliun, dengan sendirinya selesai tanpa menjadi masalah lagi.
Hal itu karena selain APBD yang dibuatkan pergub besarnya sesuai APBD 2014 Rp72 triliun, mata anggaran yang di-input dalam e-bugetting juga sesuai hasil evaluasi Kemendagri, yakni ada 108 program yang dialihkan dari satu dinas ke dinas lain, perbaikan nomenklatur pada 1.521 mata kegiatan, penjelasan pada 758 kegiatan, pengurangan 218 kegiatan, penambahan 60 kegiatan, perbaikan 597 kegiatan.
Dengan tak adanya lagi anggaran siluman, tak ada pula yang perlu diproses hukum terkait APBD 2015. Kalaupun polisi atau KPK memproses, mungkin terkait ABBD 2014 dan tahun-tahun sebelumnya, yang berkasnya telah diserahkan Ahok ke KPK.
Keputusan DPRD menyerahkan proses APBD lewat pergub diambil akibat Badan Anggaran kekurangan waktu membahas secara keseluruhan mata anggaran lebih 500 halaman sesuai batas waktu dari Kemendagri. DPRD kekurangan waktu, karena proses input data e-budgetting oleh Pemprov mengikuti hasil evaluasi Kemendagri itu amat lambat meski dengan sabar DPRD menunggunya.
Dengan itu, Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik menolak anggapan putusan APBD DKI 2015 melalui pergub adalah bentuk ketidakharmonisan antara legislatif dan eksekutif. Besaran APBD DKI 2015 yang menggunakan anggaran 2014 dinilai tetap sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.
Dari pengalaman konflik APBD DKI ini, bisa ditarik hikmahnya oleh para kepala daerah dan pejabat penyusun anggaran di pemda, untuk jeli terhadap anggaran siluman dalam RAPBD. Anggaran siluman itu bukan saja titipan politikus atau kontraktor, melainkan juga dari dalam staf pemda sendiri, hingga ketika kasusnya dibongkar banyak staf minta mundur—agar hilang jejak dan kaitan. ***
0 komentar:
Posting Komentar