GEJALA pelemahan ekomomi masih terlihat pada Juli, awal triwulan III 2015, ekspor dan impor Indonesia berpacu turun dengan laju signifikan: lebih dari 15%.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pada Juli 2015 sebesar 11,41 miliar dolar AS. Capaian itu turun 15,53% dibanding ekspor Juni 2015 sebesar 13,51 miliar dolar AS.
Demikian pula impor pada Juli 2015 tercatat 10,08 miliar dolar AS, turun 22,36% dibanding impor Juni 2015 sebesar 12,98 miliar dolar AS. (Kompas.com, 18/8)
Meski sumbangan ke produk domestik bruto (PDB) yang dihitung hanya selisih ekspor dikurangi impor, sumbangan pendapatan dari kegiatan ekonomi baik industri maupun perdagangan di balik ekspor dan impor itu yang penurunannya bisa lebih telak mengimbas PDB.
Total ekspor yang menurun langsung mencerminkan kegiatan produksi barang-barang ekspor (sektor riil) melambat.
Demikian pula impor, baik itu barang modal (komponen produk industrial) maupun barang konsumen (customer goods), pengurangan jumlah impornya berarti menurunkan jumlah konsumsinya. Akibatnya, sumbangan konsumsi pada PDB turun—padahal pertumbuhan ekonomi Indonesia mengandalkan sumbangan konsumsi (tentu lewat daya beli masyarakat) hingga 62%.
Jadi, ada dua tulang punggung pertumbuhan ekonomi, yang menjadi penentu percepatan maupun pelambatannya, yakni kegiatan sektor riil dan daya beli masyarakat buat konsumsi.
Daya beli masyarakat itu sendiri sebagian besar tergantung pada pendapatannya dalam kegiatan ekonomi, terutama di sektor riil.
Oleh karena itu, optimisme pemerintah untuk bisa membuat pertumbuhan ekonomi rebound di atas 5% akhir tahun dengan mengandalkan belanja infrastruktur, setelah pelambatan hingga 4,67% pada triwulan II 2015, menuntut upaya khusus mengatasi ekses pacuan turunnya ekspor dan impor ini hingga tidak mengimbas target pemerintah tersebut.
Maksudnya, kalau pacuan merosotnya ekspor dan impor ini bablas jadi lebih buruk lagi, hingga kelesuan kegiatan ekomomi di baliknya juga tambah buruk, target rebound pertumbuhan ekonomi itu bisa terganggu.
Salah satu hal yang bisa mengganggu target rebound pertumbuhan itu justru daya serap anggaran kementerian dan lembaga negara, serta pemerintah daerah. Tingkat serapan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sampai 11 Agustus 2015 baru mencapai 24% atau Rp28 triliun dari anggaran 2015 sebesar Rp118,5 triliun. (Kompas.com, 13/8)
Jadi, harus ada langkah jitu untuk rebound pertumbuhan itu. ***
0 komentar:
Posting Komentar