SAAT menjelaskan rencana peraturan pemerintah (PP) untuk melindungi pejabat pemerintah dari jerat pidana ketika membuat kebijakan diskresi (terobosan), Menteri Sekretaris Negara Pratikno berulang-ulang menyebut sebagai inovator pejabat yang membuat kebijakan diskresi.
Sebutan inovator itulah yang dipakai Faisal Basri untuk Dasep Ahmadi, pembuat mobil listrik yang dijadikan tersangka pidana korupsi, karena ketika penyidik Kejaksaan Agung mencoba mobil listrik inovasinya sejauh 30 km, mobil itu tidak kuat menanjak dan cepat panas. (Kompas.com, 30/7) Pembuatan mobil listrik itu program (mantan) Menteri BUMN Dahlan Iskan.
Dengan sang inovator Dasep Ahmadi dijadikan tersangka korupsi, dengan sendirinya menteri pembuat kebijakannya ikut dijerat. Kasus ini salah satu contoh yang membuat para pejabat pemerintah takut menangani proyek, apalagi membuat kebijakan diskresi sehingga serapan anggaran rendah dan sampai Selasa (25/8) belum digunakan APBN sebesar Rp460 triliun, APBD Rp273 triliun, dan BUMN Rp130 triliun.
Dalam tulisannya tentang Dasep, Faisal menyayangkan, "Apa aparat Kejaksaan Agung tidak pernah menonton laga F1 yang pembalap-pembalapnya sering mengalami berbagai macam masalah mesin sampai ban sehingga harus keluar dari sirkuit? Padahal mobil-mobil itu dibuat oleh pabrik mesin atau pabrik mobil terkemuka di dunia. Miliaran dolar dihabiskan untuk menghasilkan mesin-mesin atau mobil-mobil terunggul lewat riset bertahun-tahun tanpa henti. Demikian juga mobil pada umumnya, apalagi mobil listrik yang masih tergolong langka." Padahal, untuk mobil listrik, lewat Dasep Indonesia memulai riset dan pembuatan yang sama dengan negara-negara maju.
Tapi ketika inovasinya baru memasuki tahap percobaan, inovatornya keburu dijerat kasus korupsi. "Dasep hanya menghabiskan Rp2 miliar per mobil," lanjut Faisal. "Sekali mencoba harus jadi sempurna. Dasep bukan malaikat. Nasionalisme yang menggebu membuat ia menerima tantangan menghasilkan mobil listrik. Ia tidak mencari untung dari proyek mobil listrik yang menjeratnya." Kalau proyek riset teknologi untuk kemajuan bangsa saja demikian mudah dijerat kasus korupsi, apalagi proyek bangunan atau jalan.
Masuk akal kalau para pejabat enggan menangani proyek hingga ratusan triliun dana mengendap tak terserap. Untuk itu, diperlukan inovator-inovator yang berani membuat terobosan menyerap anggaran. Tapi pemerintah betul, perlu PP untuk melindungi agar tidak lebih banyak lagi inovator dibui. ***
0 komentar:
Posting Komentar