PARA pedagang daging ayam di kawasan Bogor Raya mogok berjualan sejak 16 Agustus 2015.
Alasannya, harga daging ayam yang biasanya Rp25 ribu/kg tiba-tiba melonjak jadi Rp38 ribu sampai Rp40 ribu/kg. Harga amat mahal itu membuat pembeli banyak yang kabur sehingga pedagang merugi.
"Lonjakan harga daging ayam sudah keterlaluan. Konsumen banyak yang kabur karena harganya sudah tidak masuk akal!" tegas Sony, ketua Asosiasi Pedagang Ayam Bogor Raya.
(Kompas.com, 17/8) Menurut Sony, lonjakan harga daging ayam ini terparah dalam kurun lima tahun terakhir. Karena itu, kesepakatan mogok berjualan bukan hanya dilakukan para pedagang ayam di kota dan kabupaten Bogor, tapi juga diikuti oleh pedagang ayam di Sukabumi dan Jakarta. Melonjaknya harga daging ayam, menurut pedagang sejenis di Pasar Cimahi, Jawa Barat, dipicu oleh harga pakan yang tiba-tiba naik drastis. (Metro TV, 17/8) Lonjakan harga pakan ayam itu sebelumnya sudah diprediksi para pengamat akibat pemerintah yang tiba-tiba menghentikan impor jagung pada 5 Agustus 2015.
Dampak dari kebijakan penghentian impor yang dadakan itu, banyak pengiriman jagung tertahan di laut. "Sementara ini, pengiriman yang sudah ada surat persetujuan pemasukan (SPP) boleh masuk. Lalu yang SPP-nya belum ada, termasuk yang di tengah laut, harus mau bekerja sama dulu dengan Bulog dalam hal pengadaan jagung baru boleh masuk,” tegas Muladno, direktur Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
(detik.com, 6/8) Akibat penghentian mendadak pasokan bahan baku ke pabrik-pabrik pakan ternak di seantero negeri, mudah ditebak eksesnya—harga pakan naik, diikuti harga daging ayam. Semangat di balik kebijakan penghentian impor jagung itu mulia, untuk memberi prioritas pada jagung lokal. Namun, karena kebijakan mendadak, tidak dipersiapkan baik-baik masa transisinya, dampaknya amat buruk. Padahal, jika harga kebutuhan rakyat sudah melonjak, seperti daging sapi, bertahun-tahun pemerintah gagal mengembalikan ke harga normal sebelumnya.
Meski pemerintah berulang melakukan operasi pasar. Namun, pemerintah tak mau belajar dari pengalaman. Seperti harga daging sapi melonjak beberapa tahun lalu akibat membatasi impor sapi bakalan 50% dari semestinya, diulang lagi untuk triwulan III 2015 membatasi impor hanya 50 ribu ekor dari semestinya 200 ribu ekor. Saat harga daging sapi melonjak di atas Rp120 ribu/kg, impor jagung dihentikan pula, harga daging ayam ikut melonjak. Rakyat tercekik oleh harga protein yang melangit! ***
(Kompas.com, 17/8) Menurut Sony, lonjakan harga daging ayam ini terparah dalam kurun lima tahun terakhir. Karena itu, kesepakatan mogok berjualan bukan hanya dilakukan para pedagang ayam di kota dan kabupaten Bogor, tapi juga diikuti oleh pedagang ayam di Sukabumi dan Jakarta. Melonjaknya harga daging ayam, menurut pedagang sejenis di Pasar Cimahi, Jawa Barat, dipicu oleh harga pakan yang tiba-tiba naik drastis. (Metro TV, 17/8) Lonjakan harga pakan ayam itu sebelumnya sudah diprediksi para pengamat akibat pemerintah yang tiba-tiba menghentikan impor jagung pada 5 Agustus 2015.
Dampak dari kebijakan penghentian impor yang dadakan itu, banyak pengiriman jagung tertahan di laut. "Sementara ini, pengiriman yang sudah ada surat persetujuan pemasukan (SPP) boleh masuk. Lalu yang SPP-nya belum ada, termasuk yang di tengah laut, harus mau bekerja sama dulu dengan Bulog dalam hal pengadaan jagung baru boleh masuk,” tegas Muladno, direktur Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.
(detik.com, 6/8) Akibat penghentian mendadak pasokan bahan baku ke pabrik-pabrik pakan ternak di seantero negeri, mudah ditebak eksesnya—harga pakan naik, diikuti harga daging ayam. Semangat di balik kebijakan penghentian impor jagung itu mulia, untuk memberi prioritas pada jagung lokal. Namun, karena kebijakan mendadak, tidak dipersiapkan baik-baik masa transisinya, dampaknya amat buruk. Padahal, jika harga kebutuhan rakyat sudah melonjak, seperti daging sapi, bertahun-tahun pemerintah gagal mengembalikan ke harga normal sebelumnya.
Meski pemerintah berulang melakukan operasi pasar. Namun, pemerintah tak mau belajar dari pengalaman. Seperti harga daging sapi melonjak beberapa tahun lalu akibat membatasi impor sapi bakalan 50% dari semestinya, diulang lagi untuk triwulan III 2015 membatasi impor hanya 50 ribu ekor dari semestinya 200 ribu ekor. Saat harga daging sapi melonjak di atas Rp120 ribu/kg, impor jagung dihentikan pula, harga daging ayam ikut melonjak. Rakyat tercekik oleh harga protein yang melangit! ***
0 komentar:
Posting Komentar