JP Morgan, perusahaan investasi global, awal pekan memangkas prospek obligasi RI dari "Overweight" menjadi "Sell".
Konsekuensinya, Morgan menyarankan investor keluar dari Indonesia dengan melepaskan rupiah dan obligasi RI. (Kompas.com, 24/8)
Rekomendasi itu membuat rupiah terpuruk hingga tembus Rp14 ribu per dolar AS hari yang sama, dan terus melemah tembus Rp14.100 per dolar AS pada pembukaan pasar Rabu pagi (26/8).
Sekaligus, memicu keluhan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, terlalu besarnya dana asing di Indonesia membuat rupiah dan perekonomian kita terlalu rentan. Portofolio investor asing pada obligasi RI sesuai data BI saat ini mencapai Rp534 triliun. Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, jumlah itu merupakan 38,8% dari total dana obligasi RI. April lalu malah mencapai 40%. Jumlah itu terlalu besar, karena idealnya, kata Agus, di bawah 30%. Di India pemilikan asing pada obligasi negaranya hanya 7%, Brasil 20%, Korea Selatan 16%, dan Thailand 14%. Selain pada obligasi, dana asing juga terdapat di Bursa Efek Indonesia.
Bahkan, menurut Darmin, persentasenya mencapai 60%. "Nah, kalau sebanyak itu asing, apa artinya? Batuk sedikit ya keluar dia, kita goyah," ujar Darmin. Kenyataan demikian besar dana asing di Indonesia, belum lagi investasi langsung maupun yang ditarik lewat utang pemerintah dan swasta, yang dewasa ini mencapai lebih Rp3.000 triliun, tampak betapa besar risiko ketergantungan negeri kita pada dana asing. Menurut Darmin, meski dana asing memiliki risiko tersendiri, Indonesia tetap membutuhkan dana tersebut untuk investasi di segala bidang.
Dia juga menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa menghilangkan semua dampaknya bagi perekonomian Indonesia saat ini. Karena itu, rekomendasi JP Morgan kepada investor asing di Indonesia untuk segera angkat kaki itu, sebagai tuan rumah yang baik kita cuma bisa mempersilakan mereka untuk menentukan sendiri pilihannya. Dengan sikap begitu, kita cukup optimistis bahwa mereka masih mau berburu rente di negeri kita.
Alasannya bukan karena orang Indonesia ramah, melainkan juga karena untuk tahun ini Indonesia masih lebih baik dari negara emerging market lainnya, seperti Turki, Afrika Selatan, dan Brasil. Namun, disayangkan, kebijakan pemerintah tidak terlalu banyak membantu. Ini, menurut JP Morgan, alih-alih melakukan reformasi fiskal, Pemerintah Indonesia malah menjalankan kebijakan defisit anggaran, menaikkan pinjaman sebesar 10% pada RAPBN 2016. ***
Sekaligus, memicu keluhan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, terlalu besarnya dana asing di Indonesia membuat rupiah dan perekonomian kita terlalu rentan. Portofolio investor asing pada obligasi RI sesuai data BI saat ini mencapai Rp534 triliun. Menurut Gubernur BI Agus Martowardojo, jumlah itu merupakan 38,8% dari total dana obligasi RI. April lalu malah mencapai 40%. Jumlah itu terlalu besar, karena idealnya, kata Agus, di bawah 30%. Di India pemilikan asing pada obligasi negaranya hanya 7%, Brasil 20%, Korea Selatan 16%, dan Thailand 14%. Selain pada obligasi, dana asing juga terdapat di Bursa Efek Indonesia.
Bahkan, menurut Darmin, persentasenya mencapai 60%. "Nah, kalau sebanyak itu asing, apa artinya? Batuk sedikit ya keluar dia, kita goyah," ujar Darmin. Kenyataan demikian besar dana asing di Indonesia, belum lagi investasi langsung maupun yang ditarik lewat utang pemerintah dan swasta, yang dewasa ini mencapai lebih Rp3.000 triliun, tampak betapa besar risiko ketergantungan negeri kita pada dana asing. Menurut Darmin, meski dana asing memiliki risiko tersendiri, Indonesia tetap membutuhkan dana tersebut untuk investasi di segala bidang.
Dia juga menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa menghilangkan semua dampaknya bagi perekonomian Indonesia saat ini. Karena itu, rekomendasi JP Morgan kepada investor asing di Indonesia untuk segera angkat kaki itu, sebagai tuan rumah yang baik kita cuma bisa mempersilakan mereka untuk menentukan sendiri pilihannya. Dengan sikap begitu, kita cukup optimistis bahwa mereka masih mau berburu rente di negeri kita.
Alasannya bukan karena orang Indonesia ramah, melainkan juga karena untuk tahun ini Indonesia masih lebih baik dari negara emerging market lainnya, seperti Turki, Afrika Selatan, dan Brasil. Namun, disayangkan, kebijakan pemerintah tidak terlalu banyak membantu. Ini, menurut JP Morgan, alih-alih melakukan reformasi fiskal, Pemerintah Indonesia malah menjalankan kebijakan defisit anggaran, menaikkan pinjaman sebesar 10% pada RAPBN 2016. ***
0 komentar:
Posting Komentar