PEMERINTAH Indonesia menghentikan sementara impor jagung karena Indonesia juga mengekspor jagung.Kebijakan ini untuk evaluasi sekaligus mengintegrasikan pasokan dan permintaan jagung lokal (detik.com, 6/8).
"Selama impor jagung dihentikan, pemerintah meminta Bulog dan asosiasi serta perusahaan (pakan ternak) bekerja sama dalam pengadaan jagung lokal maupun impor. Semangatnya bersama-sama dengan pemerintah mengecek betul kebutuhan pakan," ujar Direktur Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno.
Dampak dari kebijakan ini, banyak pengiriman jagung tertahan di laut. "Sementara ini, pengiriman yang sudah ada surat persetujuan pemasukan (SPP) boleh masuk. Lalu yang SPP-nya belum ada, termasuk yang di tengah laut, harus mau bekerja sama dulu dengan Bulog dalam hal pengadaan jagung baru boleh masuk," tegas Muladno.
Pihak yang bakal direpotkan kebijakan ini para produsen pakan ternak. Di antara mereka ada yang mengimpor langsung kebutuhan jagung bahan baku industrinya.
Ketika jalur pasokan itu dipotong sedang produksi harus tetap jalan—the show must go on—prosesnya bisa kurang lancar.
Gangguan yang dihadapi produsen itu, misalnya karena Bulog untuk menyerap panenan jagung rakyat butuh alokasi anggaran khusus yang harus disiapkan tersendiri, prosesnya butuh bisa mengganggu kelancaran pasokan jagung. Akibatnya, bisa memengaruhi harga pakan.
Pengalaman kebijakan Kementan memotong pasokan sapi bakalan impor 50% mengakibatkan harga daging sapi melonjak dari Rp40 ribu/kg menjadi Rp100 ribu/kg, sampai sekarang pemerintah tak bisa menurunkannya kembali.
Layak diwaspadai, jangan sampai harga pakan ternak mengalami nasib serupa, peternak kecil sengsara.
Gagasan mencukupi kebutuhan jagung dari produksi lokal dan menekan impor tentu mulia. Tapi, mungkin perlu dengan perencanaan yang lebih saksama, melibatkan semua pihak sehingga tak ada yang dikorbankan—seperti jagung yang sedang dalam pengiriman di tengah laut.
Dengan adanya yang dikorbankan, seperti feedloter yang dipangkas 50% impor sapi bakalannya di zaman ambisi swasembada daging sapi nasional, bisa menyulut ekses negatif di bisnis subsektor bersangkutan. Dan, kebetulan ini di sektor yang sama.
Dalam hal swasembada jagung, yang diutak-atik tentu tak cukup hanya dalam hal perniagaannya. Jauh lebih penting dalam peningkatan produksinya. Tanpa itu, seperti pakai sarung cekak—tarik ke atas di bawah cingkrang, tarik ke bawah di atas dada telanjang. ***
0 komentar:
Posting Komentar