Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Stabilisasi Harga Daging Sapi!

APFINDO—Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia—mendukung penuh upaya Menteri Pertanian Amran Sulaiman menstabilkan harga daging sapi yang tinggi beberapa tahun terakhir dan melonjak sejak beberapa pekan lalu."Oleh karena itulah, pengusaha penggemukan sapi sepakat menurunkan harga daging sapi bobot hidup menjadi Rp38 ribu per kilogram," ujar Joni Liano. (Kompas.com, 21/8) Selain sepakat menurunkan harga daging sapi, Apfindo juga sepakat membentuk tim kecil yang berfungsi mengomunikasikan setiap kebijakan kepada pengusaha anggota Apfindo dengan baik, yang selama ini belum efektif.

 Mentan Amran Sulaiman menyatakan harga Rp38 ribu per kg untuk daging sapi bobot hidup sudah disepakati. Lazimnya harga daging sebelum bergejolak beberapa tahun lalu, menurut catatan Lampung Post, harga jual pedagang di pasar dua kali harga bobot hidup. Sementara Joni Liano menuturkan pelaku industri penggemukan sapi (feedloter) mengaku merugi dengan penetapan harga daging sapi bobot hidup Rp38 ribu per kg itu. Namun, para pengusaha feedloter tak mempermasalahkan itu karena penetapan harga tersebut merupakan kesepakan bersama dengan pemerintah.

 Untuk stabilisasi harga daging sapi, faktor sapi lokal yang memasok 80% kebutuhan nasional atau sekitar 3,65 juta ekor sapi per tahun, tak kalah penting. Bahkan pengalaman rezim lalu, berdasar data di atas kertas jumlah sapi lokal hampir cukup, dipasanglah di televisi iklan swasembada daging sapi! Di sisi lain, impor sapi bakalan dibatasi hanya boleh 50% dari semestinya. Pada pelaksanaannya, terjadi kesulitan dalam memobilisasi sapi lokal untuk dipotong. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang harus ada, sapi betina pun ikut disembelih.

 Eksesnya, kekurangan induk sapi lokal masih mencekam hingga kini. Masalahnya bukan data BPS salah, melainkan budaya petani atas sapi ternaknya sebagai tabungan keluarga tak dijual kapan saja pasar butuh. Tapi, baru dijual saat petani butuh—untuk menyekolahkan anak, menikahkan anak, dan lainnya. Untuk itu, pemerintah perlu turun ke lapangan mengoordinasikan pengadaan dan kelancaran transportasinya, seperti dilakukan Jokowi saat jadi Gubernur Jakarta.

 Untuk menjamin pasokan dari Lampung dan NTT, ia pastikan jaringan pengadaan dan transportasinya aktif, bisa dikontrol. Hal terakhir yang harus dijaga adalah dari kalangan pemerintah sendiri tidak laku lajak. Kebutuhan triwulan III 2015 seharusnya impor sapi bakalan 200 ribu ekor, dibatasi hanya 50 ribu ekor. Pasar jadi kacau! ***

0 komentar: