BEBAN rakyat sudah dipastikan bertambah pada 2016 dengan pungutan pembelian BBM Rp200/liter untuk premium dan Rp300/liter untuk solar. Beban baru ini tambahan setelah pencabutan 100% subsidi premium tahun lalu dan beban pungutan ekspor CPO 50 dolar AS per ton yang mengakibatkan harga TBS 4,5 juta petani sawit jatuh ke tingkat terendah.
Pungutan yang membebani rakyat pada 2016 itu bisa saja bertambah jika ada kementerian lain mengikuti langkah "kreatif" membuat pungutan untuk “dompet taktis” di instansinya sehingga “dompet taktis” kembali ramai di banyak kementerian dan instansi seperti sebelum ditertibkan era Presiden SBY. Munculnya beban baru sejenis itu bukan mustahil jika resistensi dari masyarakat dianggap normal seperti saat pencabutan subsidi BBM.
Penambahan beban rakyat itu dilakukan tanpa peduli akibat pencabutan subsidi BBM jumlah warga di bawah garis kemiskinan bertambah 860 ribu orang Maret 2015. Sekaligus belanja rumah tangga turun hingga pertumbuhan ekonomi tiga triwulan 2015 juga turun ke bawah 5%. Sedangkan angka kemiskinan Maret—September 2015 hingga akhir tahun ini belum diumumkan, mungkin karena bertambah lagi BPS harus hati-hati mencari alasan di luar kebijakan pemerintah sebagai penyebabnya.
Seperti pada kenaikan jumlah orang miskin Maret 2015, disebut penyebabnya kenaikan harga kebutuhan pokok (padahal kenaikan itu disulut kenaikan harga BBM). Setiap penambahan beban ekonomi ke pundak rakyat punya konsekuensi mengurangi daya belinya untuk belanja rumah tangga. Dan karena belanja rumah tangga masih menjadi andalan pertumbuhan ekonomi, dengan porsi lebih 50%, setiap kebijakan menambah beban pada rakyat punya konsekuensi menekan pertumbunan ekonomi—seiring dengan pengurangan kuantitas dan kualitas pasokan konsumsi tubuh keluarga miskin.
Kondisi kemiskinan yang tambah parah dan dalam diderita secara fisik dan mental warga di bawah garis kemiskinan itu tergambar nyata dalam laporan BPS tentang kemiskinan pada Maret 2015. Semestinya, pemerintah menjadikan realitas penderitaan warga miskin sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan, terutama pungutan yang ujung-ujungnya membebani rakyat.
Alasan ada program keluarga harapan (PKH) akan mengatasi beban rakyat miskin itu, harus dihitung rasional. Dengan bantuan PKH Rp1 juta setahun, atau Rp85 ribu per bulan, dapatkah itu mengatasi tekanan dampak ekonomi berantai yang menimpa keluarga miskin? Berhitunglah yang jujur dan benar! ***
Selanjutnya.....
Penambahan beban rakyat itu dilakukan tanpa peduli akibat pencabutan subsidi BBM jumlah warga di bawah garis kemiskinan bertambah 860 ribu orang Maret 2015. Sekaligus belanja rumah tangga turun hingga pertumbuhan ekonomi tiga triwulan 2015 juga turun ke bawah 5%. Sedangkan angka kemiskinan Maret—September 2015 hingga akhir tahun ini belum diumumkan, mungkin karena bertambah lagi BPS harus hati-hati mencari alasan di luar kebijakan pemerintah sebagai penyebabnya.
Seperti pada kenaikan jumlah orang miskin Maret 2015, disebut penyebabnya kenaikan harga kebutuhan pokok (padahal kenaikan itu disulut kenaikan harga BBM). Setiap penambahan beban ekonomi ke pundak rakyat punya konsekuensi mengurangi daya belinya untuk belanja rumah tangga. Dan karena belanja rumah tangga masih menjadi andalan pertumbuhan ekonomi, dengan porsi lebih 50%, setiap kebijakan menambah beban pada rakyat punya konsekuensi menekan pertumbunan ekonomi—seiring dengan pengurangan kuantitas dan kualitas pasokan konsumsi tubuh keluarga miskin.
Kondisi kemiskinan yang tambah parah dan dalam diderita secara fisik dan mental warga di bawah garis kemiskinan itu tergambar nyata dalam laporan BPS tentang kemiskinan pada Maret 2015. Semestinya, pemerintah menjadikan realitas penderitaan warga miskin sebagai pertimbangan dalam membuat kebijakan, terutama pungutan yang ujung-ujungnya membebani rakyat.
Alasan ada program keluarga harapan (PKH) akan mengatasi beban rakyat miskin itu, harus dihitung rasional. Dengan bantuan PKH Rp1 juta setahun, atau Rp85 ribu per bulan, dapatkah itu mengatasi tekanan dampak ekonomi berantai yang menimpa keluarga miskin? Berhitunglah yang jujur dan benar! ***