Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Beginikah Era Future Shock Toffler?

MELIHAT aksi mogok taksi konvensional menuntut agar pemerintah memblokir aplikasi taksi online yang berujung anarki di Jakarta, Selasa (22/3/2016), ada yang nyeletuk, future shock Toffler jadi kenyataan.

Maksud celetukan itu mungkin, hadirnya kondisi krisis sebagai wujud ketidakberdayaan (shock) akibat tercecernya gaya hidup lama oleh gaya hidup baru yang memanfaatkan loncatan kemajuan teknologi. Future Shock itu judul buku futuris Alvin Toffler yang diterbitkan Random House, 1970. 

Kalau maksudnya begitu, mungkin agak dekat dengan termimologi future shock dari Toffler. Yakni, perubahan struktural masyarakat berlangsung sebagai revolusi dari masyarakat industrial ke "masyarakat superindustrial". Perubahan ini melampaui pemahaman orang. Tingkat percepatan kemajuan teknologi dan perubahan sosial meninggalkan orang tidak nyambung dan menderita akibat "tekanan kehancuran (shattering stress) dan disorientasi"—future shocked

Coba kita lihat esensinya. Pertama, perubahan ini melampaui pemahaman orang. Dalam kasus taksi online, bisa amat murah sehingga jadi pilihan yang digemari konsumen karena memanfaatkan kemajuan teknologi yang membuatnya terlepas dari berbagai kekangan dan jebakan regulasi. Padahal, regulasi yang mewajibkan banyak aturan harus ditaati itulah membuat tarif taksi konvensional jadi amat mahal. 

Tapi keunggulan dari pemanfaatan teknologi itu tak dipahami regulator sehingga tidak menjadi prioritas dalam jalan keluar yang diputuskan untuk mengatasi konflik taksi. Taksi online harus mengikuti UU No. 22 Tahun 2009, seperti angkutan umum lainnya. Jadi, pemahaman regulator belum sampai untuk membuat aturan yang berpihak pada lonjakan kemajuan teknologi. Seperti celana jins model baru, malah dipermak jadi potongan model lama lagi.

Sedangkan terkait shattering stress dan disorientasi, mungkin bisa dilihat kenapa perusahaan tidak keberatan ribuan taksinya dibawa demo dan tidak narik seharian. Karena, menurut Kompas.com (23/3/2016), saham Blue Bird (BIRD) dan Ekspress (TAXI) di Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menurun akibat persaingan dengan transportasi online. Setahun terakhir, saham BIRD turun 36,76%, sedang TAXI turun 75,14%. 

Tapi namanya juga future shock, yang akhirnya shock (jadi tak berdaya) justru para pembawa misi peradaban. Karena, pemahaman regulator pembuat kebijakan rupanya belum mampu menjangkau aras kemajuan teknologi, bangsa kita dikekang tertinggal perkembangan zaman. ***

0 komentar: