SATGASSUS—Satuan Tugas Khusus—Kejaksaan Agung yang turun ke Lampung membongkar kasus pengadaan perlengkapan sekolah siswa kurang mampu SD/MI dan SMP/MTs di Disdik Lampung pada 2012 bertolak dari rekayasa lelang dan mark-up atas proyek senilai Rp17,7 miliar tersebut. Dua tersangka sudah ditahan Kejaksaan Tinggi, dua lagi masih diproses.
Membongkar kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) lewat mengungkap rekayasa di balik proses lelang proyeknya, mungkin hal baru yang bisa menjadi pintu masuk untuk menyingkap banyak kasus di daerah ini. Selama ini rekayasa lelang sebagai poros korupsi itu bukan rahasia umum, artinya ada dan menjadi pembicaraan masyarakat, tetapi fakta hukumnya yang sah belum ada. Jadi tepatnya, rekayasa lelang proyek itu masih sebatas gosip.
Hasil Satgassus mengungkap rekayasa itu akan diuji kebenarannya oleh hakim di pengadilan, apakah itu cuma gosip, atau ada dan telah terbukti sebagai fakta hukum yang sah. Menjadi tugas jaksa membuktikan kebenaran fakta-faktanya di sidang pengadilan.
Gosip itu selalu dimulai ketika daftar proyek diterima pejabat pembuat komitmen. Oleh sang pejabat, daftar itu dianginkan ke rekanan terdaftar di instansinya dengan tarif setoran sekian belas persen dari nilai proyek, konon buat penguasa yang tidak boleh dilupakan oleh yang ingin mendapatkan proyek. Setelah bisa dipastikan proyek A untuk X, proyek B untuk Y, artinya setoran sudah beres, lelang pun dimulai.
Setidaknya ada dua model. Pertama, pola arisan. Pada pola ini, lebih dahulu diatur sejumlah rekanan terdaftar yang ikut lelang (tender) untuk proyek A, tetapi sudah diarahkan X calon pemenangnya, sedangkan rekanan lain sebagai pendamping. Begitu untuk proyek B dan C, yang sudah dapat proyek giliran jadi pendamping.
Namun, sering proyek tidak cukup dibagi buat semua rekanan terdaftar. Ketika itu terjadi, saling pengertian berlaku, yakni rekanan yang tidak kebagian proyek mendapat uang mundur, pengganti administrasi tender. Itulah arisan, tidak dapat nomor pun tetap ikut bancakan.
Model kedua, pengamanan lelang diserahkan ke pemenang yang sudah ditetapkan lewat mekanisme setoran awal tadi. Sang "pengantin" pun mencari sendiri para pendampingnya, paling aman menyewa CV rekanan terdaftar. Namun, model ini sering harus dijaga ketat oleh preman agar jangan ada rekanan liar ikut memasukkan amplop ke kotak penawaran.
Demikian gosip yang bukan rahasia umum itu, kita tunggu kejaksaan membuktikan kebenarannya di pengadilan. ***
Hasil Satgassus mengungkap rekayasa itu akan diuji kebenarannya oleh hakim di pengadilan, apakah itu cuma gosip, atau ada dan telah terbukti sebagai fakta hukum yang sah. Menjadi tugas jaksa membuktikan kebenaran fakta-faktanya di sidang pengadilan.
Gosip itu selalu dimulai ketika daftar proyek diterima pejabat pembuat komitmen. Oleh sang pejabat, daftar itu dianginkan ke rekanan terdaftar di instansinya dengan tarif setoran sekian belas persen dari nilai proyek, konon buat penguasa yang tidak boleh dilupakan oleh yang ingin mendapatkan proyek. Setelah bisa dipastikan proyek A untuk X, proyek B untuk Y, artinya setoran sudah beres, lelang pun dimulai.
Setidaknya ada dua model. Pertama, pola arisan. Pada pola ini, lebih dahulu diatur sejumlah rekanan terdaftar yang ikut lelang (tender) untuk proyek A, tetapi sudah diarahkan X calon pemenangnya, sedangkan rekanan lain sebagai pendamping. Begitu untuk proyek B dan C, yang sudah dapat proyek giliran jadi pendamping.
Namun, sering proyek tidak cukup dibagi buat semua rekanan terdaftar. Ketika itu terjadi, saling pengertian berlaku, yakni rekanan yang tidak kebagian proyek mendapat uang mundur, pengganti administrasi tender. Itulah arisan, tidak dapat nomor pun tetap ikut bancakan.
Model kedua, pengamanan lelang diserahkan ke pemenang yang sudah ditetapkan lewat mekanisme setoran awal tadi. Sang "pengantin" pun mencari sendiri para pendampingnya, paling aman menyewa CV rekanan terdaftar. Namun, model ini sering harus dijaga ketat oleh preman agar jangan ada rekanan liar ikut memasukkan amplop ke kotak penawaran.
Demikian gosip yang bukan rahasia umum itu, kita tunggu kejaksaan membuktikan kebenarannya di pengadilan. ***
0 komentar:
Posting Komentar