KEMESRAAN hubungan bak bulan madu RI-Tiongkok terusik oleh penangkapan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terhadap nelayan Negeri Tirai Bambu yang dituduh mencuri ikan di perairan Natuna. Tuduhan itu dibantah Pemerintah Tiongkok dan meminta delapan nelayan mereka yang ditahan sejak Sabtu (19/3/2016) dibebaskan.
Sabtu itu, pukul 14.15 WIB, kapal patroli milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) KP Hiu 11 menangkap kapal berbendera Tiongkok, KM Kway Fey, yang diduga menangkap ikan secara ilegal di perairan Natuna dan mengamankan delapan orang anak buah kapal (ABK).
Saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, muncul kapal coast guard (penjaga pantai) Tiongkok menabrak Kway Fey. Menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey kembali ke Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
Ketegangan itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada pers, Minggu (20/3/2016). Lalu, Menlu RI Retno Marsudi, Senin (21/3/2016), memanggil kuasa usaha Kedubes Tiongkok di Jakarta, menyampaikan protes terkait aksi kapal penjaga pantai Tiongkok yang melanggar wilayah kedaulatan dan menghalangi penegakan hukum aparat RI.
Namun, Kementerian Luar Negeri Tiongkok di Beijing melalui jubirnya, Hua Chunying, Senin (21/3/2016), juga membantah jika kapal penjaga pantainya telah memasuki perairan Indonesia. Nelayan Tiongkok, tukasnya, menangkap ikan di tempat yang secara tradisional biasa mereka kunjungi.
"Pada 19 Maret, kapal nelayan Tiongkok diserang kapal bersenjata Indonesia. Kapal penjaga pantai lalu ke sana untuk menyelamatkan tanpa memasuki perairan Indonesia," kata Hua, dikutip Reuters. Dia juga meminta Indonesia segera membebaskan nelayan Tiongkok itu dan menjamin keselamatan mereka. (Kompas.com, 21/3/2016)
Tapi Menteri Susi ngotot, meskipun kejadian itu ada di wilayah perbatasan, kapal tersebut dinyatakan telah berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Ketegangan hubungan RI-Tiongkok akibat kejadian itu jelas mengusik kemesraan kedua negara. Tiongkok itu mitra dagang tujuan ekspor terbesar Indonesia, juga sumber utama pendanaan berbagai jalan tol, jalur baru KA, kereta cepat Jakarta—Bandung dan lain-lain yang dibanggakan pemerintahan Jokowi-JK.
Dari bantahan Tiongkok terkesan kapal patroli perbatasan kita terlalu galak. Kalau Susi benar itu masih di area perbatasan, mungkin lebih tepat dilakukan pengusiran. Sebab, jika cara kelewat tegas itu berlarut bisa membuat kondisi tidak enak, memperlakukan semua tetangga sebagai maling! ***
Saat KM Kway Fey akan dibawa petugas KKP, muncul kapal coast guard (penjaga pantai) Tiongkok menabrak Kway Fey. Menghindari konflik, petugas KKP meninggalkan Kway Fey kembali ke Hiu 11 dan hanya berhasil membawa delapan ABK.
Ketegangan itu disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada pers, Minggu (20/3/2016). Lalu, Menlu RI Retno Marsudi, Senin (21/3/2016), memanggil kuasa usaha Kedubes Tiongkok di Jakarta, menyampaikan protes terkait aksi kapal penjaga pantai Tiongkok yang melanggar wilayah kedaulatan dan menghalangi penegakan hukum aparat RI.
Namun, Kementerian Luar Negeri Tiongkok di Beijing melalui jubirnya, Hua Chunying, Senin (21/3/2016), juga membantah jika kapal penjaga pantainya telah memasuki perairan Indonesia. Nelayan Tiongkok, tukasnya, menangkap ikan di tempat yang secara tradisional biasa mereka kunjungi.
"Pada 19 Maret, kapal nelayan Tiongkok diserang kapal bersenjata Indonesia. Kapal penjaga pantai lalu ke sana untuk menyelamatkan tanpa memasuki perairan Indonesia," kata Hua, dikutip Reuters. Dia juga meminta Indonesia segera membebaskan nelayan Tiongkok itu dan menjamin keselamatan mereka. (Kompas.com, 21/3/2016)
Tapi Menteri Susi ngotot, meskipun kejadian itu ada di wilayah perbatasan, kapal tersebut dinyatakan telah berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia.
Ketegangan hubungan RI-Tiongkok akibat kejadian itu jelas mengusik kemesraan kedua negara. Tiongkok itu mitra dagang tujuan ekspor terbesar Indonesia, juga sumber utama pendanaan berbagai jalan tol, jalur baru KA, kereta cepat Jakarta—Bandung dan lain-lain yang dibanggakan pemerintahan Jokowi-JK.
Dari bantahan Tiongkok terkesan kapal patroli perbatasan kita terlalu galak. Kalau Susi benar itu masih di area perbatasan, mungkin lebih tepat dilakukan pengusiran. Sebab, jika cara kelewat tegas itu berlarut bisa membuat kondisi tidak enak, memperlakukan semua tetangga sebagai maling! ***
0 komentar:
Posting Komentar