BPS—Badan Pusat Statistik—melaporkan indeks harga konsumen Februari 2016 mengalami deflasi 0,09%. Namun, Wakil Presiden M Jusuf Kalla (JK) mengingatkan deflasi tak selalu baik bagi ekonomi.
"Bila deflasi terjadi dua atau tiga bulan, hal itu justru berbahaya. Deflasi itu artinya terjadi penurunan harga, salah satunya karena turunnya permintaan. Jadi deflasi tak selalu baik," ujar JK. (Kompas.com, 1/3/2016)
Oleh karena itu, kata dia, daripada deflasi lebih dari dua bulan, lebih baik Indonesia mengalami inflasi sedikit. Sebab, inflasi menandakan indeks harga konsumen naik lantaran adanya ekonomi yang bergerak. Deflasi Februari itu deflasi pertama pada 2016. Pada Januari 2016, terjadi inflasi 0,51%.
Pengamat ekonomi, Dzulfian Syafrian, direktur Indef, meyakini cepat atau lambat Indonesia akan mengikuti tren deflasi yang saat ini melanda banyak negara, atau deflasi global. Deflasi global terjadi karena lambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, serta akibat jatuhnya harga komoditas dan energi khususnya minyak.
"Deflasi ini akan terus berlanjut selama perekonomian global belum pulih dan harga-harga komoditas dan energi masih anjlok seperti saat ini," ujar Dzulfian. Menurut dia, menurunnya harga komoditas akan memukul perekonomian Indonesia yang sangat bergantung pada barang-barang komoditas mentah, terutama minyak bumi.
Sementara Bank Indonesia (BI) menyatakan deflasi Februari 2016 itu sesuai perkiraan bank sentral. Deflasi tersebut disumbang komponen barang yang diatur pemerintah (administered prices) dan komponen bahan makanan bergejolak (volatile foods).
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, deflasi administered prices terutama didorong masih berlanjutnya dampak penurunan harga BBM dan elpiji12 kg pada Januari, penurunan tarif listrik, dan penurunan tarif angkutan udara. Deflasi kelompok volatile foods terutama bersumber dari penurunan harga komoditas bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai rawit.
Gambaran tentang deflasi itu sebagai pelipur lara buat banyak orang yang terpukul telak oleh deflasi, seperti petani karet di Lampung Utara. Harga karet slab di daerah itu pada Desember 2015 Rp6.500/kg, akhir Februari 2016 anjlok jadi Rp5.500/kg. Memburuknya nasib mereka itu bandingkan dengan Agustus 2010 harga karet kering 100% 5 dolar AS/kg atau kini setara Rp65 ribu. Nilai riil pendapatan mereka tersisa di bawah 10%!
Itulah deflasi, bisa berbahaya dalam kehidupan nyata. ***
Oleh karena itu, kata dia, daripada deflasi lebih dari dua bulan, lebih baik Indonesia mengalami inflasi sedikit. Sebab, inflasi menandakan indeks harga konsumen naik lantaran adanya ekonomi yang bergerak. Deflasi Februari itu deflasi pertama pada 2016. Pada Januari 2016, terjadi inflasi 0,51%.
Pengamat ekonomi, Dzulfian Syafrian, direktur Indef, meyakini cepat atau lambat Indonesia akan mengikuti tren deflasi yang saat ini melanda banyak negara, atau deflasi global. Deflasi global terjadi karena lambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, serta akibat jatuhnya harga komoditas dan energi khususnya minyak.
"Deflasi ini akan terus berlanjut selama perekonomian global belum pulih dan harga-harga komoditas dan energi masih anjlok seperti saat ini," ujar Dzulfian. Menurut dia, menurunnya harga komoditas akan memukul perekonomian Indonesia yang sangat bergantung pada barang-barang komoditas mentah, terutama minyak bumi.
Sementara Bank Indonesia (BI) menyatakan deflasi Februari 2016 itu sesuai perkiraan bank sentral. Deflasi tersebut disumbang komponen barang yang diatur pemerintah (administered prices) dan komponen bahan makanan bergejolak (volatile foods).
Menurut Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara, deflasi administered prices terutama didorong masih berlanjutnya dampak penurunan harga BBM dan elpiji12 kg pada Januari, penurunan tarif listrik, dan penurunan tarif angkutan udara. Deflasi kelompok volatile foods terutama bersumber dari penurunan harga komoditas bawang merah, daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai rawit.
Gambaran tentang deflasi itu sebagai pelipur lara buat banyak orang yang terpukul telak oleh deflasi, seperti petani karet di Lampung Utara. Harga karet slab di daerah itu pada Desember 2015 Rp6.500/kg, akhir Februari 2016 anjlok jadi Rp5.500/kg. Memburuknya nasib mereka itu bandingkan dengan Agustus 2010 harga karet kering 100% 5 dolar AS/kg atau kini setara Rp65 ribu. Nilai riil pendapatan mereka tersisa di bawah 10%!
Itulah deflasi, bisa berbahaya dalam kehidupan nyata. ***
0 komentar:
Posting Komentar