LUAS areal tanaman kopi di Lampung, menurut Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Lampung Ferynia, mencapai 173.670 hektare dengan produksi rata-rata 900 kg/ha per tahun, jadi produksinya sekitar 160 ribu ton/tahun. (Republika.co.id, 14/1/2016)
Sedang ekspor kopi Lampung selama 2015, menurut Ketua Renlitbang Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung Muchtar Lutfie, mencapai 315.276 ton. (Okezone.com, 25/1/2016)
Tampak ada kelebihan jumlah ekspor 155 ribu ton dari total produksi areal produksi kopi Lampung. Kelebihan tersebut selama ini diasumsikan sebagai aliran produksi kopi dari Bengkulu dan Sumatera Selatan yang diekspor melalui Pelabuhan Panjang.
Sejarah kopi di Sumatera Selatan romantis. Ada sebuah kebun kopi di Pagaralam, di kaki Gunung Dempo, produksinya dikemas khusus dan dikirim ke dapur istana Ratu Juliana di Belanda. Itulah kopi Besamah yang selain dari Pagaralam, juga diproduksi di Lahat. Sedang dari Ogan Komering Ulu (OKU), terkenal kopi Semendo.
Namun, semua jenis kopi terkenal itu tak ditemukan dalam laporan triwulanan BI Sumatera Selatan yang lebih fokus pada komoditas karet, kelapa sawit, dan batu bara. Mungkin karena ekspor kopi tersebut freight on board (FOB) di Pelabuhan Panjang sehingga kliring transaksinya di BI Lampung, BI Sumatera Selatan, tak cukup data. Tak kepalang, ekspornya diklaim kopi Lampung.
Sedang kopi Bengkulu, tidak masuk daftar kopi Sumatera di wikipedia.org. Namun, menurut Kopi.Sumatera.wordpress, Bengkulu punya 95.323 ha kebun kopi yang tersebar di semua kabupaten, dengan produksi 53.990 ton per tahun menghidupi 62.970 keluarga tani. Untuk mendapatkan harga yang lebih baik, mayoritas eksportir kopi Lampung menyangga harga dengan hedging, sebagian kopi Bengkulu diekspor lewat Pelabuhan Panjang. Juga, diklaim sebagai kopi Lampung.
Itulah gambaran "underground economy" kopi Lampung, dengan lahan seluas 173.670 ha pada 2015 mengekspor kopi sebanyak 315 ribu ton. Dalam hitungan kasar per hektare menghasilkan hampir 2 ton kopi, mendekati produksi Vietnam. Intensifikasi produksi kopi Lampung memang menuju ke sana, seperti program Nestle membina 20 ribu petani, produksinya telah mendekati 1,5 ton per ha.
Namun, hampir separuh dari nilai ekspor kopi Lampung 2015 sebesar 582 juta dolar AS lewat underground economy mengalir ke Sumatera Selatan dan Bengkulu. Lampung cuma bisa mengklaim datanya untuk statistik. Dapat angka, tapi duitnya orang lain punya. ***
Sedang ekspor kopi Lampung selama 2015, menurut Ketua Renlitbang Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung Muchtar Lutfie, mencapai 315.276 ton. (Okezone.com, 25/1/2016)
Tampak ada kelebihan jumlah ekspor 155 ribu ton dari total produksi areal produksi kopi Lampung. Kelebihan tersebut selama ini diasumsikan sebagai aliran produksi kopi dari Bengkulu dan Sumatera Selatan yang diekspor melalui Pelabuhan Panjang.
Sejarah kopi di Sumatera Selatan romantis. Ada sebuah kebun kopi di Pagaralam, di kaki Gunung Dempo, produksinya dikemas khusus dan dikirim ke dapur istana Ratu Juliana di Belanda. Itulah kopi Besamah yang selain dari Pagaralam, juga diproduksi di Lahat. Sedang dari Ogan Komering Ulu (OKU), terkenal kopi Semendo.
Namun, semua jenis kopi terkenal itu tak ditemukan dalam laporan triwulanan BI Sumatera Selatan yang lebih fokus pada komoditas karet, kelapa sawit, dan batu bara. Mungkin karena ekspor kopi tersebut freight on board (FOB) di Pelabuhan Panjang sehingga kliring transaksinya di BI Lampung, BI Sumatera Selatan, tak cukup data. Tak kepalang, ekspornya diklaim kopi Lampung.
Sedang kopi Bengkulu, tidak masuk daftar kopi Sumatera di wikipedia.org. Namun, menurut Kopi.Sumatera.wordpress, Bengkulu punya 95.323 ha kebun kopi yang tersebar di semua kabupaten, dengan produksi 53.990 ton per tahun menghidupi 62.970 keluarga tani. Untuk mendapatkan harga yang lebih baik, mayoritas eksportir kopi Lampung menyangga harga dengan hedging, sebagian kopi Bengkulu diekspor lewat Pelabuhan Panjang. Juga, diklaim sebagai kopi Lampung.
Itulah gambaran "underground economy" kopi Lampung, dengan lahan seluas 173.670 ha pada 2015 mengekspor kopi sebanyak 315 ribu ton. Dalam hitungan kasar per hektare menghasilkan hampir 2 ton kopi, mendekati produksi Vietnam. Intensifikasi produksi kopi Lampung memang menuju ke sana, seperti program Nestle membina 20 ribu petani, produksinya telah mendekati 1,5 ton per ha.
Namun, hampir separuh dari nilai ekspor kopi Lampung 2015 sebesar 582 juta dolar AS lewat underground economy mengalir ke Sumatera Selatan dan Bengkulu. Lampung cuma bisa mengklaim datanya untuk statistik. Dapat angka, tapi duitnya orang lain punya. ***
0 komentar:
Posting Komentar