KEPOLISIAN dan pihak Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) menyepakati aksi 2 Desember 2016, juga lazim disebut Aksi 212, digelar di Lapangan Monas, Jakarta. Polri menyiapkan Jalan Medan Merdeka Selatan jika massa tak tertampung di Monas.
Kesepakatan itu dicapai dalam Pertemuan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dengan GNPF MUI, Senin (Kompas.com, 28/11/2016).
Dalam pertemuan itu, Kapolri menyampaikan larangan aksi yang sedianya digelar di Bundaran Hotel Indonesia. Alasannya, jika itu dilakukan melanggar UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam UU itu, kata Kapolri, unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan hak orang lain. Diatur pula, aparat bisa membubarkan aksi.
Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin jalan protokol yang dipakai banyak pengguna jalan. Jika aksi digelar di sana, hak orang lain terganggu. "Lebih dari itu, akan jadi preseden buruk karena berikutnya nanti akan ada unjuk rasa dengan modus yang sama dengan mengatasnamakan keagamaan. Bayangkan nanti setiap Jumat kegiatan-kegiatan keagamaan dilaksanakan di situ," kata Kapolri.
Preseden buruk bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di daerah lain. Warga bisa saja menuntut hal yang sama dengan mengatasnamakan kegaiatan keagamaan.
Aksi di Monas dimulai pukul 08.00, dengan kegiatan ibadah zikir, tausiah, doa bersama, dan diakhiri salat jumat berjemaah. Ketua Dewan Pembina GNPF MUI Rizieq Shihab menyatakan jika ada hal-hal yang terjadi di luar kesepakatan itu, Polri berhak menindak dan memproses hukum.
"Kami, GNPF MUI, tidak bertanggung jawab. Itu hak dan kewajiban Polri untuk mengambil langkah dan mengatasinya," ujar Rizieq.
Sebelumnya, kepolisian memang telah mencium adanya berbagai unsur yang akan menyusup, mendompleng, menunggangi aksi 212 dari membuat kekacauan hingga makar. Dengan pernyataan Rizieq itu, lebih mudah polisi menuntaskan tugas pengamanan negara setelah penangkapan berantai di berbagai tempat seputar waktu menjelang aksi 212.
Salah satu pendomplengan yang ditangkal serius oleh kepolisian adalah kelompok yang berencana memprovokasi dan menggiring massa ke DPR, untuk kemudian mendesak MPR bersidang mencabut amanat dari Presiden Jokowi. Setelah massa dijauhkan dari Jalan Sudirman dan terkosentrasi di Monas, provokasi menggiring massa ke DPR jadi lebih sulit. Dengan demikian, ibadah di aksi 212 bisa lebih khusyuk, segala anasir negatif tak mudah menyusup. ***
Selanjutnya.....
Dalam pertemuan itu, Kapolri menyampaikan larangan aksi yang sedianya digelar di Bundaran Hotel Indonesia. Alasannya, jika itu dilakukan melanggar UU No. 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Dalam UU itu, kata Kapolri, unjuk rasa tidak boleh mengganggu ketertiban umum dan hak orang lain. Diatur pula, aparat bisa membubarkan aksi.
Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin jalan protokol yang dipakai banyak pengguna jalan. Jika aksi digelar di sana, hak orang lain terganggu. "Lebih dari itu, akan jadi preseden buruk karena berikutnya nanti akan ada unjuk rasa dengan modus yang sama dengan mengatasnamakan keagamaan. Bayangkan nanti setiap Jumat kegiatan-kegiatan keagamaan dilaksanakan di situ," kata Kapolri.
Preseden buruk bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga di daerah lain. Warga bisa saja menuntut hal yang sama dengan mengatasnamakan kegaiatan keagamaan.
Aksi di Monas dimulai pukul 08.00, dengan kegiatan ibadah zikir, tausiah, doa bersama, dan diakhiri salat jumat berjemaah. Ketua Dewan Pembina GNPF MUI Rizieq Shihab menyatakan jika ada hal-hal yang terjadi di luar kesepakatan itu, Polri berhak menindak dan memproses hukum.
"Kami, GNPF MUI, tidak bertanggung jawab. Itu hak dan kewajiban Polri untuk mengambil langkah dan mengatasinya," ujar Rizieq.
Sebelumnya, kepolisian memang telah mencium adanya berbagai unsur yang akan menyusup, mendompleng, menunggangi aksi 212 dari membuat kekacauan hingga makar. Dengan pernyataan Rizieq itu, lebih mudah polisi menuntaskan tugas pengamanan negara setelah penangkapan berantai di berbagai tempat seputar waktu menjelang aksi 212.
Salah satu pendomplengan yang ditangkal serius oleh kepolisian adalah kelompok yang berencana memprovokasi dan menggiring massa ke DPR, untuk kemudian mendesak MPR bersidang mencabut amanat dari Presiden Jokowi. Setelah massa dijauhkan dari Jalan Sudirman dan terkosentrasi di Monas, provokasi menggiring massa ke DPR jadi lebih sulit. Dengan demikian, ibadah di aksi 212 bisa lebih khusyuk, segala anasir negatif tak mudah menyusup. ***