PRESIDEN Jokowi mendukung sejumlah aksi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Jokowi, kelebihan KPK ada pada kemungkinannya melakukan operasi tangkap tangan (OTT). "Kalau memang ada bukti dan fakta hukum di situ, saya kira bagus saja. Prestasi KPK kan memang di OTT," ujar Jokowi di Banjarmasin (Kompas.com, 15/9/2017). Pada hari yang sama, OTT KPK di ibu kota provinsi Kalimantan Selatan itu menangkap lima orang, di antaranya ketua dan wakil ketua DPRD Kota Banjarmasin.
Jokowi pun mengingatkan kembali seluruh pihak yang punya kepentingan untuk mengelola uang rakyat dengan penuh tanggung jawab. "Pertama hati-hati dalam mengelola keuangan, baik APBD dan APBN. Itu adalah uang rakyat. Hati-hati," ujar Jokowi. "Yang kedua," lanjutnya, "Juga yang berkaitan dengan gratifikasi. Hati-hati, semuanya harus hati-hati." Jokowi melanjutkan komitmen pemerintah dalam hal pemberantasan korupsi sangat jelas dan tegas.
Sebelumnya, Presiden telah menyatakan tidak akan tinggal diam atas upaya pelemahan KPK. Pernyataan tegas Jokowi ini bukan mustahil jika diarahkan ke jajaran pemerintahannya sendiri, termasuk oknum partai pendukung kekuasaannya, agar tidak larut dalam melemahkan KPK antara lain melalui kerja Pansus Hak Angket KPK di DPR. Pansus dalam beberapa rapatnya mengevaluasi kewenangan KPK, dari penuntutan, penyadapan, rumah aman, sampai kritik terhadap OTT.
Diharapkan, tentu oknum-oknum dari jajaran pemerintahannya termasuk dari kekuatan politik pendukungnya sadar dan menghentikan keasyikannya melemahkan KPK. Atau setidaknya, tidak lagi ngeribeti langkah mulia KPK memberantas korupsi. Betapa, korupsi yang menggarong uang negara itu menyengsarakan rakyat.
Namun, menurut mantan Wakil Ketua KPK Haryono Umar, sejak dahulu kinerja KPK menindak korupsi selalu mendapat serangan balik. "Semakin getol penindakannya, semakin getol juga mencari permasalahan di KPK. Itu terjadi sejak dulu," ujar Haryono (detiknews, 15/9/2017).
Pansus hak angket KPK memang muncul ketika KPK menggarap kasus KTP-el yang menyebut banyak nama anggota DPR terlibat. Bahkan, pemicunya juga permintaan DPR untuk memutar rekaman keterangan saksi yang ditolak KPK karena merupakan alat bukti kasus hukum yang hanya boleh dibuka di sidang pengadilan.
Sebagai serangan balik, upaya ngeribeti KPK juga bisa menggantang asap ketika kasus yang digarap KPK jalan terus dan yang terlibat tetap diproses dan dijadikan tersangka. ***
Sebelumnya, Presiden telah menyatakan tidak akan tinggal diam atas upaya pelemahan KPK. Pernyataan tegas Jokowi ini bukan mustahil jika diarahkan ke jajaran pemerintahannya sendiri, termasuk oknum partai pendukung kekuasaannya, agar tidak larut dalam melemahkan KPK antara lain melalui kerja Pansus Hak Angket KPK di DPR. Pansus dalam beberapa rapatnya mengevaluasi kewenangan KPK, dari penuntutan, penyadapan, rumah aman, sampai kritik terhadap OTT.
Diharapkan, tentu oknum-oknum dari jajaran pemerintahannya termasuk dari kekuatan politik pendukungnya sadar dan menghentikan keasyikannya melemahkan KPK. Atau setidaknya, tidak lagi ngeribeti langkah mulia KPK memberantas korupsi. Betapa, korupsi yang menggarong uang negara itu menyengsarakan rakyat.
Namun, menurut mantan Wakil Ketua KPK Haryono Umar, sejak dahulu kinerja KPK menindak korupsi selalu mendapat serangan balik. "Semakin getol penindakannya, semakin getol juga mencari permasalahan di KPK. Itu terjadi sejak dulu," ujar Haryono (detiknews, 15/9/2017).
Pansus hak angket KPK memang muncul ketika KPK menggarap kasus KTP-el yang menyebut banyak nama anggota DPR terlibat. Bahkan, pemicunya juga permintaan DPR untuk memutar rekaman keterangan saksi yang ditolak KPK karena merupakan alat bukti kasus hukum yang hanya boleh dibuka di sidang pengadilan.
Sebagai serangan balik, upaya ngeribeti KPK juga bisa menggantang asap ketika kasus yang digarap KPK jalan terus dan yang terlibat tetap diproses dan dijadikan tersangka. ***
0 komentar:
Posting Komentar