TEPAT sebulan setelah Bank Indonesia (BI), 22 Agustus 2017, menurunkan suku bunga acuan menjadi 4,5%, Jumat (22/9/2017), BI kembali menurunkan suku bunga acuan 7-day reverse revo rate sebesar 25 basis poin jadi 4,25%. Ini jelas luar biasa karena sebelum 21 April 2016 diberlakukan sistem 7-day revo rate, suku bunga acuan BI amat sulit diturunkan dari kisaran 7,5%.
Dengan suku bunga acuan bank sentral serendah itu, seyogianya daya saing dunia usaha kita meningkat signifikan di kancah global. Betapa, suku bunga acuan BI itu lebih rendah dari suku bunga acuan bank sentral Tiongkok yang berada pada posisi 4,35%.
Namun, penurunan suku bunga acuan yang rendah itu tidak langsung menjadi otot daya saing dunia usaha Indonesia. Suku bunga kredit perbankan di negeri ini masih bertahan amat tinggi, di atas 11%, tidak serta-merta melakukan penyesuaian mengikuti suku bunga acuan.
Namun, perubahan sistem suku bunga acuan yang mengubah tingkat suku bunga acuan dari kisaran 7,5% menjadi di bawah 5% secara perlahan juga menyeret turun suku bunga kredit, sekalipun masih jauh dari sebanding dari penurunan suku bunga acuan. Dari rata-rata suku bunga kredit pada April 2017 sebesar 11,92%, pada Mei menjadi 11,83%, Juni jadi 11,77%, dan Juli 11,73%.
Dengan tren penurunan suku bunga kredit rata-rata per bulan sekitar 0,06% begitu, jika tidak ada regulasi OJK untuk memproses suku bunga kredit menjadi di bawah 10%, seperti diminta Presiden Jokowi, 20 bulan ke depan (Mei 2019—menjelang pemilu serentak Juni 2019) rata-rata suku bunga kredit masih akan berada pada 10,53%.
Artinya, Jokowi memasuki gelanggang Pilpres 2019 dengan menggendong kegagalan mewujudkan kehendaknya agar suku bunga kredit menjadi di bawah 10%. Padahal, tujuan Jokowi meminta suku bunga kredit di bawah 10% itu guna memperlincah dunia usaha yang menjadi andalan pertumbuhan ekonomi. Dengan suku bunga kredit di bawah 10%, pertumbuhan ekonomi mungkin bisa mencapai 5,5%.
Untuk itu, pihak regulator, maksudnya mungkin OJK, sewajarnya menghargai langkah BI yang sangat maksimal ini. Sukar dibayangkan untuk menekan suku bunga acuan lebih rendah lagi dari rate yang sudah lebih rendah dari suku bunga acuan bank sentral Tiongkok, penunjang pertumbuhan tinggi ekonomi negerinya dalam jangka panjang.
Di sini juga semestinya suku bunga acuan amat rendah itu bisa menjadi pendorong laju pertumbuhan lebih pesat lagi. Bukan cuma jadi bancakan industri perbankan. ***
Namun, penurunan suku bunga acuan yang rendah itu tidak langsung menjadi otot daya saing dunia usaha Indonesia. Suku bunga kredit perbankan di negeri ini masih bertahan amat tinggi, di atas 11%, tidak serta-merta melakukan penyesuaian mengikuti suku bunga acuan.
Namun, perubahan sistem suku bunga acuan yang mengubah tingkat suku bunga acuan dari kisaran 7,5% menjadi di bawah 5% secara perlahan juga menyeret turun suku bunga kredit, sekalipun masih jauh dari sebanding dari penurunan suku bunga acuan. Dari rata-rata suku bunga kredit pada April 2017 sebesar 11,92%, pada Mei menjadi 11,83%, Juni jadi 11,77%, dan Juli 11,73%.
Dengan tren penurunan suku bunga kredit rata-rata per bulan sekitar 0,06% begitu, jika tidak ada regulasi OJK untuk memproses suku bunga kredit menjadi di bawah 10%, seperti diminta Presiden Jokowi, 20 bulan ke depan (Mei 2019—menjelang pemilu serentak Juni 2019) rata-rata suku bunga kredit masih akan berada pada 10,53%.
Artinya, Jokowi memasuki gelanggang Pilpres 2019 dengan menggendong kegagalan mewujudkan kehendaknya agar suku bunga kredit menjadi di bawah 10%. Padahal, tujuan Jokowi meminta suku bunga kredit di bawah 10% itu guna memperlincah dunia usaha yang menjadi andalan pertumbuhan ekonomi. Dengan suku bunga kredit di bawah 10%, pertumbuhan ekonomi mungkin bisa mencapai 5,5%.
Untuk itu, pihak regulator, maksudnya mungkin OJK, sewajarnya menghargai langkah BI yang sangat maksimal ini. Sukar dibayangkan untuk menekan suku bunga acuan lebih rendah lagi dari rate yang sudah lebih rendah dari suku bunga acuan bank sentral Tiongkok, penunjang pertumbuhan tinggi ekonomi negerinya dalam jangka panjang.
Di sini juga semestinya suku bunga acuan amat rendah itu bisa menjadi pendorong laju pertumbuhan lebih pesat lagi. Bukan cuma jadi bancakan industri perbankan. ***
0 komentar:
Posting Komentar