RUPIAH terus melawan tekanan ketidakpastian global yang diperberat perang dagang AS-Tiongkok. Namun, pada akhir tahun rupiah justru relatif tenang meski The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin 19 Desember. Pada 20 Desember rupiah hanya melemah dari Rp14.388 per dolar AS ke 14.503, sore ditutup menguat di level Rp14.437 per dolar AS. Padahal, saat itu selain sentimen eksternal kenaikan suku bunga The Fed, di dalam negeri juga ada sentimen negatif defisit neraca perdagangan November lebih 2 miliar dolar AS. Dahsyatnya, BI yang pada 19—20 Desember rapat dewan gubernur, memutuskan tidak menaikkan suku bunga acuan BI untuk menahan ekses kenaikan bunga The Fed terhadap rupiah. Kenapa kenaikan suku bunga The Fed yang sudah lama amat ditakuti, dampaknya pada pelemahan rupiah cuma sebatas itu? Mungkin, karena saat kedua sentimen negatif dari luar dan dalam negeri itu datang, tren rupiah sedang menguat. Rupiah yang meninggalkan level Rp15 ribu per dolar AS pada akhir November 2018, mencapai penguatan tertinggi 3 Desember, Rp14.215 per dolar AS. Seminggu kemudian melemah lagi hingga mencapai level Rp14.600 per dolar AS. Namun pekan lalu, rupiah mendapat otot baru untuk menguat hingga ke level Rp14.300 per dolar AS di hari Rabu (18/12). Kamis dini hari datang berita keputusan The Fed menaikkan suku bunga acuan. Ada tiga sentimen positif pekan lalu yang memperkuat otot rupiah. Pertama, penerimaan negara tahun 2018 mencapai target. Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) melampaui target di APBN. Fiskal atau keuangan APBN yang kuat jelas “otot kawat balung besi” bagi rupiah. Otot kedua, impor November turun. Rupanya penurunan impor meski hanya 4,47% yang diumumkan BPS Senin (17/12) lebih menarik pasar ketimbang defisit. Soalnya penurunan impor itu hasil kebijakan pemerintah memakai biodiesel B20 dan penaikan PPh 1.147 jenis barang impor, menjadi kekuatan baru ekonomi nasional, terutama turunnya nilai impor BBM. Otot ketiga, BI Selasa (18/12) pagi membuka lelang deposit non-delivery forward (DNDF) dengan metode fixed rate tender. DNDF bukan lagi seperti ayam kampung dilepas cari makan sendiri di pasar. Dengan metode fixed tender, ini ampuh sebagai otot baru rupiah. BI juga melakukan intervensi DNDF secara langsung dengan para broker. Ini bisa mendekati level yang dikehendaki. Lelang dan intervensi itu bukan dengan devisa, melainkan justru dengan rupiah. Dengan semua itu, rupiah bisa menutup tahun dengan tenang.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar