ANGGARAN Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 2019 naik dua kali lipat jadi Rp38 triliun dari 2018 sebesar Rp19 triliun. Namun, ada perubahan skema penyalurannya kepada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM), yang pada 2018 menerima secara flat Rp1,8 juta, tidak langsung menerima Rp3,6 juta. Pendataan akurat terakhir penentunya. Menteri Sosial Agus Gumiwang menyatakan pada 2019 penyaluran dana PKH dilakukan dengan skema non-flat. Artinya setiap keluarga akan menerima PKH dengan skema bervariasi. Dengan skema baru ini ada keluarga yang bisa menerima maksimal Rp3,6 juta—Rp4 juta, tapi bisa juga lebih rendah dari itu. Menurut Mensos, ada beberapa komponen penyaluran PKH yang menentukan besarnya dana di luar bantuan tetap Rp250 ribu. Komponen tersebut, yakni ibu hamil, keluarga yang mempunyai balita, atau anak yang sekolah di tingkat SD, SMP, SMA. Selain itu, KPM juga mendapat tambahan jika di keluarganya terdapat lansia maupun penyandang disabilitas. Dana PKH 2019 akan dibagikan empat tahap, Januari, April, Juli dan Oktober. Agus berharap dalam perubahan skema penyaluran ini, para pendamping melakukan pendataan yang akurat. Jangan sampai hak KPM tak terpenuhi semestinya akibat kecerobohan pendataan oleh pendamping. (Kompas.com, 12/12/2018) Sementara itu, Dirjen Penanganan Fakir Miskin Kemensos Andi Dulung mengatakan transformasi bantuan sosial (Bansos) menjadi bantuan pangan non-tunai (BPNT) bagi 10 juta KPM ditargetkan akhir 2018 selesai. Salah satunya Bansos dalam bentuk beras sejahtera (rastra) tidak lagi dibagikan dalam bentuk beras, tapi lewat rekening KPM di bank BUMN sebesar Rp110 ribu. Buku rekening tersebut bisa dipakai penerima bantuan untuk membeli pangan di e-Warung Kube PKH atau pedagang bahan pangan yang bekerja sama dengan bank BUMN. Keunggulannya, KPM bisa membeli bahan pangan selain beras. Menurut Andi, penerapan penyaluran tersebut mampu meningkatkan kepuasan penerima bantuan. "Ya, walaupun mereka tidak bisa mengambil tunai, KPM merasa senang karena diberi kebebasan, diberi kekuasaan untuk mengatur uang sendiri. Mau beli beras, mau beli telur, itu tergantung dia," ujar Andi. Transformasi dari bansos ke BPNT ini digesa karena dinilai lebih memanusiakan KPM, lebih leluasa memilih bahan pangan dibanding dengan rastra yang sering, tak ada pilihan. Model ini juga lebih mudah mencapai 6 T: Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat waktu, Tepat kualitas, Tepat harga, dan Tepat Administrasi. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar