Kata Kunci

Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani

Tabu SARA Media Arus Utama!

ADA sebuah tradisi pada media arus utama (mainstream) di Indonesia untuk menjaga keutuhan bangsanya yang heterogen. Yakni, tradisi tabu terhadap isu yang cenderung mengeksploitasi sentimen SARA (suku, agama, ras, dan antatgolongan) karena hal itu rentan menyulut konflik yang bisa mengakibatkan perpecahan bangsa. Bahwa tradisi itu hidup dan kuat memandu para pengelola media arus utama dalam menjalankan profesinya, terlihat pekan lalu pada pilihan mereka untuk tidak menonjolkan penyajian sebuah berita yang bisa dinilai mengeksploitasi sentimen agama. Untuk kewajban mereka terhadap kaidah universal memenuhi hak rakyat untuk tahu (people right to know), mereka tetap memuat berita tersebut tetapi tidak secara mencolok. Ada yang memuat di halaman dalam, atau cukup di laman online dalam konvergensi penerbitan mereka. Betapa kuat tradisi tabu terhadap isu yang berbau sentimen SARA itu bisa dilihat, lebih dari 80% media arus utama di negeri ini melakukan hal yang sama, menghindari penonjolan berita dimaksud. Di luar pengelola media arus utama mungkin sukar memahami tradisi ini, sehingga dengan mudah menuduh terkooptasi ini atau itu. Tapi, bagi pengelola media arus utama, tradisi ini bukanlah hal murahan karena orientasinya luhur demi menjaga keutuhan bangsa dan menghindarkan rakyat dari jebakan konflik. Justru sebaliknya, para pengelola media arus utama itu memandang murahan perilaku mereka yang mengeksploitasi sentimen SARA untuk mencapai tujuan. Apa pun tujuan itu, secara nyata mereka berusaha mencapainya dengan tanpa sungkan mengorbankan rakyat dalam jebakan rawan konflik dan tidak peduli pada akibatnya, perpecahan bangsa. Orientasi tradisi tabu terhadap isu SARA yang luhur demi keutuhan bangsa itu demikian kuat pada pengelola media arus utama, terbentuk oleh perjalanan panjang perjuangan pers nasional mengemong bangsa. Setiap muncul tantangan, tradisi itu merespons tegas. Tegasnya respons itu mengingat heterogenitas bangsa harus dijaga agar senantiasa jauh dari ancaman perpecahan. Banyaknya suku menuntut upaya pencegahan dini dari Balkanisasi. Banyaknya sekte atau aliran agama menuntut kewaspadaan dari konflik sektarian atau Syrianisasi. Adanya penganut agama maupun warga suku yang dominan harus dijauhkan dari Talibanisasi, kelompok dominan menindas minoritas yang lemah. Dengan orientasi luhur menjaga keutuhan bangsa, tradisi tabu isu SARA pada media arus utama itu perlu dukungan dari segenap elemen bangsa.

0 komentar: