TAHUN Baru 2019 kita mendapat kado dari Presiden Jokowi: divestasi mayoritas saham Freeport tuntas dan Blok Rokan (ladang migas) dari Chevron kembali ke pemerintah RI dan diserahkan ke Pertamina. Ini menyusul Blok Mahakam dan 8 blok lainnya yang 100% sahamnya dialihkan ke Pertamina seusai kontrak asing. Dengan semua itu, sektor pertambangan yang sebelum era Jokowi lebih 80% dikuasai asing, per 1 Januari 2019 sudah berbalik menjadi mayoritas dikuasai negara. Sehingga, bisa lebih nyata diusahakan kekayaan alam itu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Freeport, Blok Rokan, Blok Mahakam, dan seterunya itu, diserahkan penguasaannya kepada asing pada era Orde Baru. Jadi kalau sekarang ada yang berteriak mengatakan kekayaan alam kita dikuasai asing, mungkin itu hanya lampias kerinduan untuk kembali ke zaman Orde Baru. Dan tentu, mayoritas rakyat tidak mau kembali ke era Orde Baru dengan kekayaan alam kita cuma dinikmati asing. Contohnya Freeport, entah bagaimana prosesnya waktu itu, pihak negara yang memiliki semua gunung emas dan mineral di Papua itu mau menerima diberi bagian saham cuma 9,38%. Jadi, berapa pun nilai kekayaan alam kita itu telah digadai oleh Orde Baru, kita wajib menebusnya demi mayoritas sahamnya kembali menjadi milik bangsa. Teriakan bahwa ekonomi Indonesia dikuasai asing juga telah dibantah Faisal Basri (Kompas.com 3/10/2018). Berdasarkan data United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD), penanaman modal asing langsung (Foreign Direct Investment/FDI) di Indonesia dari tahun ke tahun cuma di kisaran 5—6% dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dalam PDB. Artinya, porsi modal asing kecil sekali dalam ekonomi Indonesia. Jauh lebih kecil dibanding Malaysia 13,5%, Vietnam 24%, apalagi Singapura 17,7% bukan dari PMTB, tapi dari PDB. (www.ceic.data.com) Jadi pernyataan kekayaan alam dan ekonomi Indonesia dikuasai asing jelas ngawur, asal bunyi, khayalan tanpa didasari data. Selanjutnya, pengelolaan kekayaan alam itu harus bisa efektif bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk itu, tidak boleh gegabah karena sejak 2018 setiap tahun ada tiga juta orang angkatan kerja baru, dan pada Agustus 2018 jumlah pengangguran tercatat genap 7 juta orang. Artinya, harus diusahakan pengelolaannya untuk membuka lapangan kerja baru seluas-luasnya. Seiring itu, penerimaan sektor pertambangan juga lebih diefektifkan untuk mempercepat laju pengentasan warga dari garis kemiskinan.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar