DANA Moneter Internasional (IMF) mewajibkan pemerintah negara-negara di seluruh dunia untuk bersiap menghadapi badai ekonomi yang mungkin terjadi akibat pertumbuhan global yang meleset dari prediksi. Bulan lalu IMF menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,7% menjadi 3,5%. "Kita melihat perkembangan yang tumbuh lebih cepat dari apa yang telah kita antisipasi," kata Direktur Pelaksana IMF Christian Lagarde dalam KTT Pemerintah Dunia di Dubai, dikutip CNBC-Indonesia dari AFP, Senin (11/2/2019). Lagarde mengutip apa yang disebut dengan "empat awan" sebagai faktor utama yang menjadi risiko ekonomi global. Empat awan yang bisa memicu badai global itu, yakni risiko fiskal dan moneter AS dengan pengetatan pasar keuangan, proteksionisme, perang dagang dengan kenaikan tarif impor dan pelambatan ekonomi Tiongkok, serta akibat kebuntuan Brexit melewati batas waktunya. Ia mencontohkan perang dagang AS-Tiongkok yang telah berdampak global. "Kita tidak tahu ke mana ini (perang dagang) akan berjalan dan apa yang kita tahu adalah hal ini telah mulai (berdampak) pada perdagangan, pada keyakinan, dan pada pasar," ujarnya. Ia juga meminta pemerintah menghindari proteksionisme. Lagarde tak lupa mengingatkan beban utang dan bunga-bunganya dalam perumusan jumlah pinjaman pemerintah, swasta dan rumah tangga. "Ketika terlalu banyak awan, hanya perlu satu petir untuk memicu badai," tukasnya. Peringatan dini IMF itu berdasarkan hal-hal faktual yang sudah diketahui umum, faktor-faktornya diberi tekanan bisa menjadi awan kumulus yang memicu badai global. Celakanya, awan-awan tersebut merupakan buah tindakan negara tertentu yang melanggar aturan atau kesepakatan global, seperti rambu perdagangan bebas dalam General Agreement Trade and Tariff (GATT), dengan peningkatan tarif sesukanya dan proteksionisme, utamanya seperti dilakukan oleh AS. Lebih celaka, dunia tak bisa bertindak atas pelanggaran ketentuan GATT itu, terutama karena negara adidaya pelanggarnya belakangan ini tak acuh pada komitmen-komitmen global. Itu dimulai dari manarik dirinya AS dari Perjanjian Paris tentang iklim, sekalipun negerinya tempat cerobong-cerobong asap raksasa terbesar di dunia yang mencemari atmosfer. Karena dunia tak bisa bertindak pada pelanggar komitmen global itu, tak terelakkan peringatan dini IMF itu lebih bertekanan agar pemerintah negara-negara menghindari imbas badai ekonomi global dengan segala cara yang mungkin.***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar