HADIAH Nobel bidang ekonomi 1998, diterima Amartya Sen dari India, berkat karya ilmiahnya tentang kelaparan, dipahami lewat mekanisme dasar kemiskinan yang ia arahkan ke ekonomi kesejahteraan. Studinya tentang kelaparan ia lakukan atas kondisi India era Perang Dunia II. Salah satu simpul studinya, di daerah yang ada koran kritis, di situ kelaparan tak terjadi. Intinya, dengan adanya media yang senantiasa mengingatkan ancamannya, maka bahaya kelaparan menjadi top of mind para pemimpin negerinya sehingga mereka dengan segala daya berupaya menjauhi ancaman tersebut. Negara yang para pemimpinnya menjadikan studi Amartya Sen sebagai top of mind adalah Singapura, justru karena mereka tak memiliki lahan untuk memproduksi sendiri bahan pangan warganya. Keseluruhan bahan pangan mereka impor. Namun, dengan top of mind sedemikian rupa, Singapura tahun 2018 keluar sebagai peringkat pertama dunia untuk ketahanan pangan berdasar Global Food Security Index (GFSI) yang dirilis Economist Inteligence Unit (EIU), unit penelitian The Economist Group. Bagaimana halnya Indonesia dengan 260 juta mulut yang harus diberi makan setiap hari? Data BPS mencatat produksi beras Indonesia 2018 sebesar 32,4 juta ton. Konsumsinya, kata Menko Perekonomian Darmin Nasution, 29,6 juta ton. Di atas kertas ada surplus 2,8 juta ton. Tapi karena petani tak menjual habis semua hasil panennya, stok beras di gudang Bulog per 2 Februari 2018 tinggal 690.157 ton. (Kompas, 16/2/2019) Hanya cukup untuk seminggu. Waktu itu pemerintah memutuskan impor beras. Dan dari segala penjuru pun ribut, impor itu masih diundat-undat sampai hari ini. Itu hanya menunjukkan bahwa orang Indonesia belum top of mind terhadap ancaman bahaya kelaparan. Dijelaskan seperti apa pun, tak mau mengerti. Padahal waktu itu impor dilakukan untuk memenuhi cadangan satu bulan kebutuhan. Dengan 29,6 juta ton konsumsi per tahun, sebulan harus ada sekitar 2,5 juta ton. Itu kebutuhan normal, cadangannya harus ada di gudang Bulog yang tersebar di seantero negeri agar kalau ada kondisi darurat suplai bisa tepat waktu. Mengingat Indonesia negeri rawan bencana, total stok beras dalam perencanaan sesuai kapasitas gudang Bulog, 3,9 juta ton. Bayangkan jika tak ada cadangan terdekat, saat terjadi bencana penduduk satu pulau seperti Lombok perlu bantuan pangan segera. Jadi, kesadaran untuk menjauhi ancaman bahaya kelaparan harus menjadi top of mind masyarakat, terutama elite bangsanya.
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar