KETIKA dunia membahas era Revolusi Industri 4.0 di World Economic Forum (WEF), Davos, Swiss, pekan ketiga Januari 2019, Perdana Menteri Jepang Sinzo Abe menyampaikan langkah mereka mendahului dunia meninggalkan era Industri 4.0 dan masuk ke Society 5.0, era "super-smart society". Dalam "super-smart society" ini diadopsi semua teknologi baru seperti kecerdasan buatan, robotik, Big Data, dan penggunaan drone. "Esensi Society 5.0 adalah dimungkinkannya kita mendapatkan solusi yang paling cocok secepatnya, yang bisa memenuhi kebutuhan orang per orang," kata Abe. (Beritasatu, 25/1) Misalnya, jasa pengiriman menggunakan drone yang digarap serius oleh Pemerintah Jepang. Jepang menghadapi masalah kurangnya tenaga kerja jasa pengiriman, sementara belanja daring dan volume pengiriman barang terus meningkat hingga tembus 3,9 miliar paket pada 2016. Penggunaan drone solusi mengatasi ini. Dalam Society 5.0, sektor publik dan swasta bekerja sama untuk membangun sistem di mana Big Data bisa diperdagangkan secara aman dan efektif sehingga setiap perusahaan bersedia berbagi informasi dan memungkinkan yang lain membuat produk lebih baik. Contohnya, produsen ban bisa meningkatkan kualitas produknya jika mendapat informasi dari produsen mobil tentang gejala selip di jalan. Masalah utama Jepang adalah populasi yang menua, sekitar 26% penduduk berusia di atas 65 tahun. Akibatnya Jepang kekurangan tenaga kerja produktif dan pesimisme merebak di masyarakat Jepang. Lima tahun lalu, kata Abe, Jepang dianggap sebagai "tembok keputusasaan", tembok pesimisme. "Sejak itu, populasi usia kerja kami anjlok 4,5 juta orang," ujarnya. Pemerintah kemudian meluncurkan kebijakan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam tenaga kerja dan dilakukan legislasi yang membuka pintu bagi lebih banyak tenaga kerja asing. Tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan dalam program "womenomics" ini kemudian mencapai rekor tertinggi, 67%. Jumlah tenaga kerja perempuan bertambah 2 juta orang. Juga, jumlah tenaga kerja berusia di atas 65 tahun bertambah 2 juta orang. Digitalisasi tidak lagi terbatas di manufaktur, tetapi merambah semua sektor untuk mengatasi kekurangan tenaga kerja dan populasi yang menua. Dalam Society 5.0 bukan lagi modal yang menghubungkan dan menggerakkan segala sesuatu, melainkan data, yang mengurangi kesenjangan sosial. "Inilah abad ketika semua hal terkoneksi, semua teknologi melebur, menandai hadirnya Society 5.0," tegas Abe.***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar