HAL yang sungguh sulit untuk saat ini adalah memimpikan saja pun swasembada pangan di Indonesia. Suksesnya penganekaragaman pangan justru meningkatkan impor gandum hingga 10,9 juta ton pada 2018, padahal belum ada penelitian yang berhasil memindahkan tanaman subtropis itu ke Indonesia. Kalau untuk swasembada beras, sekarang pun sudah tercapai. Dari kebutuhan beras 29,6 juta ton per tahun, menurut data BPS, telah dicukupi dengan panenan 2018 sebanyak 32,4 juta ton. Namun, karena petani tidak menjual semua hasil panennya, sebagian disimpan untuk saat paceklik, untuk mengisi cadangan nasional di gudang Bulog, pemerintah masih harus mengimpor beras. Demikian juga jagung, sudah swasembada. Namun, karena ada perbedaan spesifikasi antara jagung untuk industri makanan dan minuman dengan untuk pakan ternak, tidak lantas semua tercukupi. Jagung untuk pakan ternak harganya Rp6.200/kg, sedangkan untuk industri makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia justru hanya Rp3.000/kg. Akibatnya, produksi jagung lokal belum tentu cocok dengan kebutuhan. Menurut Ketua Dewan Jagung Nasional, Tony J Kristianto, yang mengalami kelangkaan jagung untuk pakan ternak. Ini yang diimpor. Pokoknya banyak liku ihwal swasembada pangan. Selain gandum yang masih demikian besar diimpor belum ada substitusinya di dalam negeri. Konon lagi, tren kemajuan dalam penganekaragaman pangan yang dipengaruhi iklan, makin maju orang kian gemar makanan berbasis terigu (gandum) yang terkesan lebih modern, lebih sehat, dan lebih cepat. Itu terlihat pada tren, menurut Guru Besar IPB Andreas Dwi Santosa, per tahun konsumsi beras turun 200—300 ribu ton. Di sisi lain, porsi gandum dalam pangan nasional naik dari 21% pada 2015, menjadi 25,4% pada 2017. Namun demikian, kita harus terus berusaha keras menjadikan swasembada pangan yang mustahil karena ketergantungan pada impor gandum itu, menjadi kemungkinan untuk memproduksi gandum sendiri. Tentu saja, para ahli di perguruan tinggi, LIPI, BPPT, Batan, dan lainnya harus berusaha keras untuk melakukan penelitian yang lebih efektif hingga gandum bisa dibudidayakan di Indonesia. Kalau di Australia saja bisa, mungkin di Papua yang kondisi iklimnya berhampiran punya kemungkinan untuk gandum. Kalau enggan dicoba dengan pertanian rakyat, karena kalau gagal rakyat menderita, mungkin bisa ditugaskan pada BUMN pertanian yang melakukan penelitian dan percobaan dengan dana APBN. Rakyat berdoa semoga berhasil. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar