INDEKS Ketahanan Pangan Indonesia naik tujuh tingkat dari peringkat 72 global pada 2014 menjadi peringkat 65 pada 2018. Peringkat itu dari 113 negara yang tercatat dalam Global Food Security Index (GFSI) 2018 yang dirilis Economist Intelligence Unit (EIU). EIU adalah unit penelitian khusus dari The Economist Group, perusahaan media asal Inggris yang berfokus membuat analisis bisnis internasional. Sejak 2012 IEU melakukan studi terkait katahanan pangan di 113 negara. Indeks Ketahanan Pangan disusun berdasar tiga faktor, yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan bahan pangan (availability), serta kualitas dan keamanan bahan pangan (quality and safety). Berdasar pada faktor-faktor tersebut, negara peringkat teratas dunia dalam ketahanan pangan adalah Singapura. Jadi tidak peduli seluruh bahan pangannya dari impor, asal harganya terjangkau, senantiasa tersedia, serta sehat dan bergizi. (Kompas.com, 19/10/2018) Dalam keterjangkauan itu, harganya juga tidak mesti sangat murah karena bisa membuat petani menderita. Harga produk pertanian harus terjaga pada level yang menguatkan daya beli petani dan senantiasa dipantau lewat Nilai Tukar Petani (NTP). Contohnya di Jepang, harga beras stabil pada 300 yen/kg atau sekitar Rp35.000. Harga itu terjangkau oleh masyarakatnya, hingga petaninya makmur dengan NTP yang memadai untuk tingkat hidup di negerinya. GFSI 2018 memberi cacatan untuk Indonesia, affordability mendapat skor 55,2 dari 100. Ukurannya meliputi kemampuan masyarakat membeli makanan, kesiapan menghadapi lonjakan harga dan perubahan iklim, serta kebijakan negara terkait pemenuhan pangan nasional. Berdasar pada data EIU, affordability Indonesia masih harus diperbaiki melalui peningkatan PDB per kapita. Dalam hal ketersediaan bahan pangan, Indonesia mendapat skor 58,2 dari 100. Artinya ketersediaan pangan Indonesia masih tergolong rata-rata dan masih memiliki tantangan. Tantangan pertama menurut EIU adalah korupsi yang bisa mengakibatkan inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya alam dan mengganggu ketersediaan pangan. Dalam hal kualitas dan keamanan bahan pangan Indonesia mendapat skor rendah, 44,5 dari 100. Meski demikian, IEU mencatat Pemerintah Indonesia sudah berbuat sangat baik dalam pembuatan standar nutrisi nasional, publikasi panduan menu sehat, serta pemantauan kondisi gizi masyarakat. Namun, kualitas protein yang dikonsumsi masyarakat Indonesia masih di bawah rata-rata dunia. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar