KETEGANGAN meningkat di Inggris setelah Perdana Menteri Inggris Theresa May kalah voting di parlemen dan kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa (UE) ditolak parlemen. Atas kemungkinan ricuhnya antarpendukung yang pro dan kontra Brexit, Sunday Times melaporkan Minggu, Ratu Elizabeth II dan kerabat keraton akan dievakuasi dari London. Rencana menyelamatkan keluarga kerajaan ini diberlakukan beberapa pekan sejak May kalah voting di parlemen 15 Januari 2019. Pasalnya, ada peningkatan kemungkinan Inggris keluar dari UE tanpa kesepakatan sebelum batas waktu yang ditetapkan, 29 Maret 2019. Theresa May berada di posisi sangat sulit setelah sebagai representasi rakyat Inggris yang menang referendum Inggris keluar dari UE (Brexit), kalah voting di parlemen dengan rancangan kesepakatan yang dia rundingkan selama dua tahun dengan Uni Eropa (UE) ditolak parlemen Inggris. Parlemen (29/1/2019) menolak Inggris keluar dari UE tanpa perjanjian, dengan modus "No Deal Brexit". Kedua, parlemen memberi May mandat untuk melakukan negosiasi ulang dengan UE. May berjanji akan berbicara dengan UE untuk mencapai kesepakatan baru sampai 13 Februari (besok). Namun di sisi lain juru bicara Presiden Dewan UE Donald Tusk dengan cepat menandaskan, kesepakatan Brexit yang dulu dicapai dengan Theresa May "tidak terbuka untuk negosiasi ulang". Presiden Prancis Emmanuel Macron juga memegaskan perjanjian yang ada sekarang adalah "perjanjian terbaik yang mungkin". (dw.com, 30/1/2019) Faktor krusial yang membuat kesepakatan hasil rundingan May dengan UE di tolak parlemen Inggris adalah menyangkut butir tentang "backstop". Yaitu, tentang status perbatasan antara Irlandia Utara bagian dari Inggris, dan Republik Irlandia sebagai anggota UE. Padahal, Republik Irlandia selama ini merupakan bagian dari Britania Raya. Rencana evakuasi Ratu dan keluarga kerajaan sebelumnya pernah diterapkan pada era Perang Dingin. Yakni, apabila terjadi serangan nuklir dari Uni Soviet, Ratu dan suaminya akan dipindahkan ke lokasi rahasia. "Rencana darurat ini ada sejak Perang Dingin, namun sekarang dirancang ulang jika terjadi kekacauan setelah Brexit tanpa kesepakatan," kata sumber di kabinet. (Kompas.com, 4/2/2019) Politico mewartakan, Ratu Elizabeth II lebih memilih untuk menghindari debat sengit terkait Brexit, tapi menyerukan warga Inggris bersatu. Kerajaan memang diharuskan netral secara politik dan tidak secara terbuka mengomentari masalah tersebut. ***
Kata Kunci
Blogumulus by Roy Tanck and Amanda Fazani
0 komentar:
Posting Komentar